Pesantren At-Taubah Barometer Pembinaan Warga Binaan di Lapas Cianjur

Pesantren At-Taubah
0 Komentar

CIANJUR, CIANJUREKSPRES – Pesantren At-Taubah Lapas Kelas II B Cianjur jadi barometer bagi lapas lainnya di Jawa Barat maupun Indonesia terhadap pola pembinaan warga binaan. Berdiri hampir 10 tahun, Pesantren At-Taubah telah mencetak santri warga binaan.

Kepala Lapas Kelas II B Cianjur, Tomi Elyus, menuturkan bertahan lamanya keberadaan Pesantren At-Taubah tak terlepas pola pengelolaan yang dilakukan. Artinya, At-Taubah betul-betul menjadi tempat menuntut ilmu keagamaan layaknya pesantren pada umumnya.

“Memang banyak lapas berusaha melakukan pembinaan keagamaan. Itu dilakukan semua lapas dan rutan. Namun, kita di Cianjur jadi lapas pertama di Indonesia yang benar-benar menerapkan konsep pesantren yang sebenar-benarnya,” kata Tomi, belum lama ini.

Baca Juga:Pegawai di Pemkab Cianjur masih KurangBerikut Jadwal Tayang Film di XXI Citimall Cianjur, Banyak Pilihannya

Konsep pesantren sebenarnya yang dimaksud Tomi yakni, semua pengajar di pesantren merupakan profesional yang kompeten pada bidangnya. Silabus yang diajarkan kepada santri warga binaan juga betul-betul sama dengan pesantren pada umumnya.

“Cuma bedanya, kalau di Lapas Cianjur itu mereka belajar agama harus dilaksanakan sampai masa pidananya selesai. Makanya, ada warga binaan yang sudah lulus, tapi harus kembali mengulang-ulang lagi karena masa pidananya belum selesai. Ada yang khatam Alquranya berkali-kali,” terangnya.

Bagi Tomi, keberadaan Pesantren At-Taubah dirasakan betul dampak positifnya. Apalagi dengan kapasitas lapas yang hanya mampu menampung warga binaan sebanyak 300 orang, Lapas Kelas II B pernah mencapai hampir 800 orang.

Kondisi itu rentan memicu terjadinya gesekan dan munculnya kejahatan di dalam sel. Namun, dengan bekal ilmu agama yang diperoleh warga binaan, berbagai potensi tersebut bisa diminimalkan.

“Tingkat pelanggarannya itu relatif kecil, walaupun tetap ada saja dibandingkan dengan lapas lainnya yang overkapasitas,” jelasnya.

Contoh lainnya seperti saat terjadi gempa magnitudo 5,6 pada November 2022 lalu. Menurut Tomi, saat ini ada kesempatan bagi warga binaan melarikan diri karena situasi dan kondisi tak karuan ditambah pengamanan yang longgar.

0 Komentar