Demikian juga ketika selesai menyelam. Untuk menuju permukaan harus beberapa kali berhenti. Setiap berhenti harus selama sekitar 5 menit. Kalau tidak, saluran darah bisa pecah.
Saya bukan penyelam. Saya bukan orang yang bisa disiplin dan tabah seperti itu.
Maka terjawablah mengapa 53 prajurit di kapal selam Nanggala tidak membuka pintu darurat. Itu sama dengan bunuh diri.
Baca Juga:Hari Kesiapsiagaan Bencana 2021, Plt Bupati Cianjur Ajak Masyarakat Tingkatkan Budaya Sadar BencanaImbas Pengetatan Mudik 2021, Omset Anjlok, Pengusaha Travel dan Jasa Perjalanan Terancam Tak Bisa Bayar THR
Kapal selam adakah kapal yang ukurannya serba dibatasi. Untuk kepentingan kecepatan dan kemampuan jelajah. Bagi yang sudah masuk kapal selam di museum kapal selam di dekat mal Surabaya Plaza bisa membayangkan itu.
Tidak banyak ruang di situ. Tempat tidur harus ditumpuk agar bisa dua susun. Itu pun harus dilipat kalau lagi bukan jam tidur. Demikian juga meja makan. Hanya bisa digunakan kalau lagi jam makan. Setelah itu harus dilipat –agar terbentuk ruangan.
Maka salat di kapal selam pun harus dilakukan sambil telentang. Di lantai. Atau di tempat tidur. Karena itu kalau kapal lagi berhenti di pangkalan, banyak awak yang memilih salat di atas kapal –seperti foto yang banyak beredar.
Kapal selam tenggelam, adalah berita dunia. Maka nama Indonesia kini jadi pembicaraan global.
Ini memang tragedi yang sangat menyentuh hati dunia. Juga hati kita semua. (*)