Gigit Anak Kandung Hingga Tewas, WNA Divonis 15 Tahun Penjara

Gigit Anak Kandung Hingga Tewas, WNA Divonis 15 Tahun Penjara
0 Komentar

Atas perbuatannya, Majda didakwa melanggar Pasal 76C juncto Pasal 80 ayat (3) Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 338 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp 3 miliar.

Terpisah, melalui tim kuasa hukumnya, Syamsuddin, Majda tak terima didakwa menganiaya anak semata wayangnya, hingga meninggal dunia di dalam kamar mandi. Ini karena pada saat kejadian, tidak ada saksi mata yang mengetahui secara rinci peristiwa tersebut.

“Surat dakwaan Jaksa tidak ada satu pun yang tahu dan melihat secara langsung,” ucap Syamsuddin.

Baca Juga:Satgas Minta Pemda Sosialisasikan PPKM MikroLantik Pengurus Baru, PKS Cianjur Bidik Segmen Pemilih Muda dan Perempuan

Saksi yang diperiksa penyidik dan termuat dalam dakwaan kata Syamsuddin, hanya mengetahui setelah anak dari kliennya itu meninggal dunia.

“Dalam dakwaan itu tidak ada saksi, dia hanya mengetahui peristiwanya sudah terjadi. Kejadian jam 12 siang, itu ibu dengan anaknya dan pembantunya. Pembantunya pergi, setelah pembantunya pergi tidak ada tanda-tanda,” beber Syamsuddin.

Syamsuddin tak memungkiri, saat proses penyidikan, Majda tidak didampingi oleh tim penasihat hukum. Faktor bahasa saat proses penyidikan pun menjadi kendala proses penanganan perkara. Dia mengakui, kliennya itu tidak bisa berbicara atau memahami bahasa Indonesia.

“Jadi seperti eksepsi kita itu ya, nanti kita buktikan, dia (JPU) bisa buktikan enggak (dakwaan). Karena klien saya ini tidak menandatangani BAP mulai dari awal sampai akhir,” ujar Syamsuddin menyesalkan.

Syamsuddin menyebut, tidak adanya saksi mata pada saat kejadian bisa melemahkan dakwaan jaksa. Terlebih kesimpulan tuduhan penganiayaan hingga menyebabkan meninggal dunia, hanya dari hasil otopsi rumah sakit.

“Itu kan (anaknya) jatuh di dalam WC, takdir. Ini karena dianalogikan oleh penyidik, ibunya yang melakukan seolah-olah ibunya yang melakukan. Karena dia hanya dua orang disitu,” beber Syamsuddin.

“Kalau peristiwa seperti itu tidak ada yang melihat, pasti kan yang dituduh ibunya,” sambungnya.

Baca Juga:Gubernur Jabar Dorong Seni Kaligrafi di Pondok Pesantren CianjurBangkitkan UMKM Mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Daerah

Menurut Syamsuddin, seharusnya ahli dalam hal ini dokter spesialis tidak boleh menerka-nerka penyebab kematian anak dari kliennya itu. Dia menegaskan, seorang ahli tidak bisa bicara kemungkinan atas nama hukum.

0 Komentar