CIANJUR, CIANJUREKSPRES – Guna mengantisipasi melonjaknya harga beras di sejumlah pasar tradisional di Cianjur, Dinas Koperasi UKM Perdagangan dan Perindustrian (Diskuperdagin) Kabupaten Cianjur, melakukan koordinasi dengan Bulog untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP).
Kepala Bidang Perdagangan Diskuperdagin Kabupaten Cianjur, Agus Mulyana, mengatakan beras medium yang didistribusikan Bulog ke para pedagang dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) di kisaran Rp9.450 per kilogram. Berasnya dijual dengan kemasan 5 kilogram dan 50 kilogram.
“Masyarakat bisa langsung membelinya tanpa dibatasi. Begitu pula para pedagang tidak dibatasi penjualannya,” kata Agus, Selasa (14/2).
Baca Juga:Angin Kencang Hantui Warga di Kaki Gunung Gede PangrangoMercy Corps Indonesia Salurkan Bantuan Paket Peralatan Masak hingga Water Point Bagi Penyintas Gempa Cianjur
Agus menambahkan, SPHP yang dilakukan Bulog tersebut bertujuan untuk mengendalikan harga dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun saat ini Diskuperdagin masih menunggu data para pedagang di pasar yang sudah mendapatkan suplai beras medium pada kegiatan SPHP.
“Saya langsung melakukan pengecekan fisiknya dengan kepolisian ke pasar-pasar, ternyata beras medium dari Bulog cukup bagus. Para pedagang juga responnya bagus karena berasnya tidak ada masalah dan konsumen juga tidak komplain, ” jelasnya.
Agus menyebutkan, pemantauan stok beras di tingkat pedagang terus dilakukan. Bahkan sudah melihat stok beras di salah satu pedagang besar di Pasar Induk Cianjur.
“Di salah satu gudang distributor beras di pasar induk memiliki stok beras sebanyak 70 ton. Stok sebanyak ini paling juga hanya cukup tak lebih dari empat hari. Tapi menurut pemilik dipabriknya masih ada stok cukup banyak. Insya Allah dari satu pedagang saja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat relatif cukup aman. Terutama suplai untuk wilayah kota,” katanya.
Agus menuturkan, ada beberapa penyebab cenderung naiknya harga beras akhir-akhir ini. Hasil koordinasi dengan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan dan Ketahanan Pangan setempat, penyebab utamanya akibat belum memasuki masa panen dan pengaruh cuaca juga sangat berdampak.
“Kemudian kita juga masih kekurangan alat pengering padi. Selama ini para petani masih mengandalkan sinar matahari. Padahal sekarang kita bisa memanfaatkan teknologi tepat guna. Jadi produksinya setiap panen akan lebih cepat mengingat potensi hasil pertanian juga cukup banyak. Penyebab lainnya mungkin karena faktor cuaca,” pungkas Agus. (yis/sri)