Atalia: Beri Ruang untuk Perempuan Mengekspresikan Diri

Atalia: Beri Ruang untuk Perempuan Mengekspresikan Diri
Ketua TP-PKK Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya, menghadiri launching Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) Tahun 2022 Balai Desa Majasih, Kabupaten Indramayu, Selasa (18/10/2022)
0 Komentar

Cianjurekspres.net – Atalia Praratya Kamil mengapresiasi kelompok masyarakat perempuan yang sukarela ikut andil dalam pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak-anak.

Sebab menurutnya, segala upaya dari pemerintah untuk pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak tidak akan bergerak maksimal tanpa andil kelompok perempuan di tingkat desa atau kelurahan.

“Alhamdulillah pemimpin-pemimpin kita saat ini sudah menunjukkan keberpihakannya kepada pemberdayaan dan perlindungan perempuan. Tapi juga harus diapresiasi dukungan dari kelompok perempuan hingga tingkat desa. Mereka semakin menguatkan,” ujar Atalia dalam Launching Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) Desa Singaraja dan Desa Majasih, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Selasa (18/10/2022).

Baca Juga:Jawa Barat Jajaki Kerja Sama dengan Inggris di Sektor PendidikanKomitmen ADPMET Suarakan Aspirasi Daerah Penghasil Migas Menuju Proses Transisi Energi 2050

Hadir dalam Launching tersebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, Bupati Indramayu dan Bupati Cirebon. Selain dua desa di Indramayu, Desa Ramah Perempuan juga diluncurkan di Desa Purbawinangun dan Desa Babakan Gebang, Kabupaten Cirebon.

“Yang terpenting bagi perempuan adalah mendapat ruang mengekspersikan diri. Harus didukung para prianya, seperti suami, ayah dan orang terdekat dalam keluarga. Saya mendapat dukungan penuh Pak Gubernur (Ridwan Kamil). Perempuan bisa menjadi seseorang karena dukungan laki-laki di sekililingnya. Perempuan bukan lagi selalu di belakang, tetapi berdampingan,” tutur Atalia.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengapresiasi inovasi program terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Jabar. Namun diakuinya masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai.

Seperti masalah pekerja anak, buruh migran perempuan dan perkawinan anak di bawah umur, yang mana perlu ada pendekatan secara budaya.

“Perkawinan anak tidak lepas dari faktor budaya. Sebenarnya sudah ada aturan terbaru dimana usia muda minimal 19 tahun baru boleh menikah. Perlu kehadiran semua tokoh agama dan adat dan terus melakukan sosialisasi pencegahan,” jelasnya.

Jika komitmen bersama telah disepakati, maka perkawinan anak di bawah umur niscaya bisa dicegah.

“Sanksi sosial yang juga diberikan, seperti upacara pernikahannya tidak akan dihadiri pejabat atau tokoh masyarakat setempat,” jelasnya.

Desa Ramah Perempuan

Baca Juga:Uu Ruzhanul: Pemuda, Jangan Gengsi Belajar Bahasa Arab!Kejar Target Sasaran Imunisasi Anak, Atalia Apresiasi Pelaksanaan Gebyar BIAN

Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyebutkan desa ramah perempuan dan peduli anak dilaksanakan di 33 provinsi (minus DKI Jakarta) dengan 66 kabupaten. Setiap kabupaten memilih dua desa sebagai percontohan.

0 Komentar