ANDA harus tahu: saya pun punya perasaan sama. Soal… itu tuh… Disway yang baru, sejak 1 April lalu.
Jengkel, kesal, malu, menumpuk jadi satu.
Bedanya, Anda bisa menulis komentar –untuk menumpahkan kejengkelan Anda. Sedang saya hanya bisa memendam semua itu di dalam hati. Maksimum hanya bisa memilih komentar keras, telak dan sinis Anda untuk dimuat di Disway yang itu juga.
Maksud saya, biar mereka tahu: begitu banyak keluhan. “Baca sendiri tuh reaksi pembaca”. Kalimat itu pun hanya saya katakan di dalam hati.
Baca Juga:Momentum HUT ke-170 Tahun, Kebun Raya Cibodas Tingkatkan Kolaborasi Riset, Ini Topik Webinar dan LinknyaJabar Pilot Project Sejuta Putri Brilian
Tentu Anda tidak percaya ini: saya pun sama dengan Anda, tidak diberi tahu!
Tahu saya, ya hari itu, sudah agak siang. Yakni, ketika ada pembaca mengadu: tidak bisa membuka Disway. Lalu saya mencoba membukanya di HP saya: ternyata juga gagal. Ada Disway-nya, tapi tidak ada isinya.
Saya sudah terbiasa membuka Disway hanya lewat Apps Disway –yang sudah tersedia di layar HP saya. Tinggal satu klik langsung sampai tujuan.
Hari itu saya tidak tahu cara lain selain itu. Lalu saya mengadu ke Disway: tidak bisa membukanya. Dijawab: harus lewat Google.
Oh… “kok mundur begini….”. Itu hanya saya katakan di dalam hati.
Saya pun ke Google Chrome. Seperti sedang browsing koran Pakistan. Ternyata memang muncul Disway di situ: dengan penampilan baru. Langsung kecewa. Berat. Hatiku pun kecewa. Merana. Hatiku pun merana.
“Kok Disway sayangku menjadi seperti itu”.
Semua itu saya tahan-tahankan di dalam hati. Saya berusaha kuat untuk tidak menghubungi mereka. Saya takut keceplosan marah. Lalu saya redam saja dengan ”menyeolah-olahkan” diri saya itu mereka.
Baca Juga:BRI Peduli Beri Beasiswa S2 Pada 36 Jurnalis BRI Fellowship Journalism 2021‘Perahu Kemanusiaan’ Ridwan Kamil Beroperasi, Murid SD di Kabupaten Sukabumi Akhirnya Sekolah Tepat Waktu
Lalu saya bayangkan mereka pasti lagi stres berat. Kurang tidur. Diserang sana-sini.
Kalau saya hubungi mereka pasti hanya menambah stres saja. Maka saya pura-pura tidak tahu. Toh pagi itu sudah banyak komentar yang juga mewakili perasaan saya. Tentu mereka membaca komentar itu –dan memilah-milahnya. Apalagi keesokan harinya terbit komentar pilihan saya. Yang tidak menyembunyikan semua kekecewaan komentator. Mestinya mereka tahu bahwa saya tahu.