SAYA menerima kiriman humor ini tidak hanya dari satu pengirim. Setiap kali mau tersenyum, saya tahan: ini memang humor, tapi tidak untuk ditertawakan. Bacalah sendiri:
Di TV, sepanjang hari kemarin –dan hari sebelumnya– memang banyak disiarkan berita orang antre: minyak goreng curah dan antre minyak solar.
Contoh antrean solar yang membuat saya sulit tersenyum adalah yang di Surabaya ini. Dua wartawan Harian Disway –Salman Muhiddin dan Celina Natalis Sitorus– menulis mirip di humor tersebut –tapi terjadi beneran.
Baca Juga:Tingkatkan Skill Digital Talent, BRI Hadirkan Metaverse untuk Pembelajaran PekerjanyaBaru 291 Desa Setorkan Data Usulan Pemutakhiran Bangunan
Sebanyak 1.000 kontainer terlambat tiba di pelabuhan. Kapal-kapal yang akan dinaiki kontainer itu sudah telanjur berlayar.
Ternyata truk yang mengangkut kontainer itu masih bermalam di berbagai stasiun pompa bensin –SPBU.
Tidak cukup solar di berbagai SPBU di Jatim.
Pembelian solar dibatasi hanya Rp 100.000.
Truk pengangkut kontainer merasa lucu, tapi hanya bisa menggerutu. Dengan solar seharga Rp 100.000, bisa-bisa truk justru kehabisan solar di suatu tempat yang jauh dari SPBU.
Sang sopir pilih mencari tempat minggir tidak jauh dari SPBU. Sopir lain pun bersikap sama: menunggu solar datang.
Malam pun tiba. Sambil antre, sopir dan kernet tidur bergantian –salah satu menunggu muatan agar tidak dicuri orang. Atau dijaili orang usil.
Malam pun meneruskan gelapnya sampai melewati dini hari.
Ada pemilik barang yang tidak sabar: banyak konsumen yang menunggu barang itu. Beras.
Maka, pemilik barang mengirim mobil pikap ke lokasi antrean truk. Sebagian beras dibongkar di situ. Pindah dari truk ke pikap. Dengan tambahan biaya.
Baca Juga:PLN Lakukan Transisi Energi di RI, Erick Thohir: Ini Tidak Bisa Dihindari LagiRidwan Kamil: Kereta Cepat Jakarta Bandung Ditargetkan Uji Coba November 2022
Waktu bulan lalu saya melihat banyak antrean truk di sepanjang jalan dari Lampung–Baturaja–Enim–Linggau sampai Bengkulu, kelihatannya damai-damai saja. Tidak ada yang seperti digambarkan di humor tersebut. Tapi, begitu antrean terjadi juga di kota besar seperti Surabaya, ternyata akibatnya begitu berantai.
Apalagi, Salman dan Natalia berhasil juga mendapat keterangan dari Pertamina setempat. Antrean solar itu terjadi, ternyata, karena truk tangki pengangkut solar dipakai untuk mengatasi antrean di Pertalite.
Pertamina, katanya, punya kebijakan baru di hari itu: mengerahkan truk-truk tangki untuk mengangkut Pertalite. Itu sebagai antisipasi melonjaknya permintaan Pertalite –setelah harga Pertamax dinaikkan.