Keberhasilan Luhut melakukan hilirisasi nikel membuatnya lebih pede untuk berbuat lebih jauh lagi.
Luhut yang namanya hancur-hancuran dua-tiga tahun lalu seperti mendapat obat penyegar: yang dipersoalkan dulu itu ternyata berhasil baik.
Indonesia kini terbukti mampu mendapatkan devisa besar hasil hilirisasi nikel. Hilirisasi nikel itu pula yang mampu menurunkan secara drastis defisit perdagangan Indonesia-Tiongkok. Tahun lalu. ”Tahun ini bisa lebih baik lagi,” katanya.
Baca Juga:Ribuan UMKM Baru di Cianjur BermunculanDibuka Hari Ini, Jalan Siti Jenab Cianjur Satu Arah
Kalau itu menjadi kenyataan, memang harus diakui Indonesia menjadi satu-satunya negara yang perdagangannya dengan Tiongkok tidak defisit.
Kuncinya, kelihatannya, di ekspor komoditas yang bernilai tambah tinggi. Pelajaran itu akan dilanjutkan ke aluminium, polysilicon, dan logam campuran kualitas tinggi.
“Kita punya nikel, bauksit, kuarsa, dan hydropower. Itu tidak dimiliki oleh banyak negara,” katanya.
Tinggal urusan SDM. Untuk industri chip itu, Indonesia akan memagangkan banyak anak muda ke Taiwan. Di Taiwan-lah terdapat industri chip terbesar di dunia. Kebutuhan chip naik terus –dan tidak akan pernah turun. Sebagai negara yang memiliki bahan baku dan sumber listrik murah, Indonesia harus ke sana.
Bukan main banyaknya pekerjaan itu. Berat-berat pula.
Kita memang punya pepatah indah dari masa nan lalu: berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Tapi, barang berat di Kaltara itu tidak untuk sama dipikul. Berat itu Luhut yang pikul, yang ringan yang kita jinjing. (*)
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar di http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.