Pedet impor itu kita besarkan di dalam negeri. Selama dua tahun. Kita potong di sini.
Di negara manakah yang bisa memproduksi pedet lebih murah? Sehingga di negara itulah kita membeli peternakan.
Salah satunya pasti: Australia.
Itu karena di sana sapi diternakkan secara liar. Dalam jutaan hektare lahan kosong. Tanah peternakan murah sekali di sana. Di wilayah kosong bagian utara Australia. Yang dekat dengan provinsi kita: NTT. Jaraknya hanya sepelemparan batu –kalau yang melempar Bimasena.
Baca Juga:Suami Tusuk Istri Hingga Tewas di Cianjur, Ternyata Sudah Pisah Ranjang Selama SetahunBerlokasi di Pusat Kota Cianjur, Alamii Kaoem Tawarkan Konsep ‘One Stop Living’
Tidak perlu makanan ternak yang mahal di sana. Cukup dari rerumputan alam. Pengiriman pedetnya pun murah. Tinggal menyeberangkan ke NTT –wilayah tradisional ternak sapi kita.
Dengan demikian, peternak kita pun tetap jadi peternak. Khusus untuk penggemukan.
Hanya itu cara membuat harga daging bisa terkendali. Dengan cara hemat devisa.
Sekarang ini banyak peternakan di Australia yang dijual. Tidak semua peternakan di sana milik orang Australia. Ada juga milik pengusaha asal Indonesia.
Beberapa negara juga sudah membeli peternakan jutaan hektare di Australia Utara.
Saya pernah menjelajah wilayah utara Australia itu. Saat itu, dua tahun lalu, saya ke sana bersama seluruh anak cucu. Ketika mereka rekreasi, saya diantar ke wilayah peternakan itu.
Infrastruktur peternakannya memang sudah matang. Truk-truk angkutan ternaknya khusus: belum pernah saya lihat di Indonesia. Kandang penampung ternaknya lengkap: di dekat pelabuhan Darwin.
Baca Juga:Umat Islam Cianjur Gelar Aksi Solidaritas Bela PalestinaSuami Tusuk Istri Hingga Tewas di Haurwangi Cianjur
Kenapa model peternakan seperti itu tidak bisa kita usahakan di NTT? Misalnya di Sumba yang luas? Yang dulu dikenal sebagai pusat ternak sapi Indonesia?
Jangan pernah lagi berpikir begitu. Itu sudah masa lalu. Yang tiada akan kembali lagi. Kecuali lewat revolusi.
Kini tidak ada lagi peternak yang punya 1.000 sapi per orang di sana. Tidak pula 500 ekor. Pun 200. Bahkan 100.
Peternak di Sumba sudah ngeri untuk beternak. Kapok. Mereka merasa tidak berdaya: menghadapi pencuri. Yang pencuri ternak itu terorganisasi secara masif dan terstruktur. Sejak masa yang lama dulu.
Bukit-bukit yang dulu berselimut sapi kini tinggal sepi. Remaja yang dulu asyik berkuda kini berhonda.