Saya pun menulis artikel –tiga seri– untuk menceritakan semua proses DSA waktu itu.
Tahun berikutnya saya mengajak istri untuk menjalaninya. Sang istri punya syarat: harus bersama saya. Maka saya pun menjalani DSA kali kedua.
Pun sampai sekarang DSA terus dilakukan di RSPAD Gatot Subroto. Bahkan kian populer. Kian banyak yang melakukannya. Kian banyak juga rumah sakit yang ikut mempraktikkannya –termasuk di Surabaya dan Solo.
Baca Juga:Bendungan PLTM di Sukaresmi Cianjur Jebol, Rusak Rumah dan Sawah WargaBantu Korban Banjir Subang, Pemprov Jabar Salurkan 159 Ton Beras
Terawan pun mendidik banyak dokter untuk punya keahlian di bidang itu. “Kira-kira 20 orang yang sudah saya didik bisa melakukan DSA. Termasuk yang kini bertugas di Solo itu,” ujar Terawan.
Berapa orang yang sudah menjalani DSA?
“Sampai sekarang, di RSPAD saja, sudah lebih 40.000 orang,” katanya.
Begitu banyaknya yang merasa mendapatkan manfaatnya. Saya pun tiba-tiba ingin agar istri saya menjalani DSA lagi. “Harus MRI dulu. Kalau tidak ada masalah tidak perlu DSA,” jawabnya.
Awalnya memang kontroversi. Akhirnya begitu banyak yang memanfaatkannya.
Sebelum itu Terawan telah menjadi dokter spesialis radiologi. Pendidikan spesialis itu ia tempuh di Surabaya. “Istri yang minta saya memperdalam ilmu kedokteran di Airlangga,” katanya.
Terawan tentu ingin mempertanggungjawabkan praktik DSA-nya secara ilmiah. Maka ia ambil S-3 –di Universitas Hasanuddin Makassar. Disertasi doktornya tentang DSA. Promotornya adalah Prof Irawan Yusuf. Guru Besar Unhas ini pernah menjabat dekan di sana. Prof Irawan meraih gelar doktor di Hiroshima University, Jepang.
Disertasi di Unhas itulah dokumen ilmiah yang Terawan persembahkan sebagai pertanggungjawaban ilmiah soal DSA.
Di keilmuan, Terawan sudah lengkap: dokter, spesialis, doktor. Ia kemudian juga diangkat menjadi kepala RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Terawan-lah kepala rumah sakit sejak masih berpangkat Brigjen, tetap di situ saat naik pangkat menjadi mayor jenderal, dan masih terus di situ ketika sudah berpangkat letnan jenderalw.
Di RSPAD pula Terawan merintis cara pengobatan yang lain: memasukkan obat kemo langsung ke dalam kankernya. Sampai sekarang cara seperti itu terus dilakukan – -dan pemakaiannya semakin luas.
Baca Juga:Bank Indonesia dan Pemprov Jabar Mempercepat Digitalisasi TransaksiDidirikan Sejak 2018, RIMBA Fokus Kegiatan Kemanusiaan dan Lingkungan Hidup
Terawan mengakui itu bukan temuan ilmiahnya. Tapi ia yang pertama melakukannya di Indonesia.