MEMANG kontroversial. Tapi ia tidak peduli. Yang penting hasilnya tidak membawa kerusakan. Terutama bisa bermanfaat untuk orang banyak.
Itulah salah satu prinsip hidup dokter-Jenderal Terawan Agus Putranto. Yang pernah menjadi tim dokter kepresidenan. Pernah menjadi kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Dan pernah menjadi menteri kesehatan.
Memang Terawan hanya satu tahun menjadi menteri. Tapi ia merasa bisa berhenti dengan sangat lega. “Semua misi yang diberikan Bapak Presiden Jokowi sudah saya selesaikan,” katanya.
Baca Juga:Bendungan PLTM di Sukaresmi Cianjur Jebol, Rusak Rumah dan Sawah WargaBantu Korban Banjir Subang, Pemprov Jabar Salurkan 159 Ton Beras
Saya baru saja ngobrol bebas dengan dokter-Jenderal Terawan. Banyak hal kami obrolkan. Termasuk berbagai kontroversi yang timbul dalam perjalanan pengabdiannya.
Vaksin Nusantara adalah yang terbaru.
DSA –yang saya jurnalistikkan menjadi ”brain wash”– adalah yang paling seru.
Pun sebelum itu, Terawan sudah melakukan apa yang disebut TACI (Trans Arterial Chemo Infusion). Memasukkan obat kemo langsung ke dalam kankernya. Itulah salah satu cara untuk penyembuhan kanker lewat kemo khusus –obat kemonya dimasukkan langsung ke tumor kanker.
Itu baru tiga contoh besar kontroversi yang pernah terkait dengan Terawan. Soal cell cure belum dimasukkan. Bisa tambah panjang daftarnya.
Terawan kelihatannya memang tidak pernah berhenti berpikir. Apa pun risikonya. Mungkin karena ia sudah terlatih mengambil resiko –yang terukur. Ia juga sudah dibentuk menjadi pribadi dengan prinsip prajurit: siap mengorbankan diri demi orang lain, bangsa, dan negara.
Ia masuk tentara saat masih berstatus dokter muda –di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Oleh kesatuannya, Terawan diizinkan untuk tetap meneruskan kuliah sampai menjadi dokter –sambil tetap memenuhi kewajibannya sebagai tentara.
Mengapa masuk tentara ketika belum jadi dokter? “Ayah saya guru. Terlalu berat untuk membiayai anak menjadi dokter,” ujarnya saat ngobrol itu.
Baca Juga:Bank Indonesia dan Pemprov Jabar Mempercepat Digitalisasi TransaksiDidirikan Sejak 2018, RIMBA Fokus Kegiatan Kemanusiaan dan Lingkungan Hidup
Dengan pangkat pertama letnan dua, Terawan tidak lagi membebani orang tuanya. Terawan mandiri.
Setelah jadi dokter, tugas kemiliteran Terawan pindah ke Lombok. Di Mataram itulah ia bertemu gadis Surabaya yang lagi liburan ke sana: Ester Dahlia. Gadis itu masih kuliah di tahap akhir di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Hati mereka terkait. Ester itulah istri Terawan sampai sekarang –dengan anak tunggal yang kini lagi kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.