CIANJUR – Berangkat dari sebuah silaturahmi di warung kopi, lahir kesepahaman untuk terus memperjuangkan amanah dan aspirasi pemilih. Inilah cikal bakal terbangunnya koalisi partai politik non parlemen yang terdiri dari tujuh partai.
Diantaranya, Hanura, Perindo, PSI, PBB, Partai Berkarya, Partai Garuda serta PKPI. Mereka merupakan parpol yang gagal mendapatkan kursi di Pemilihan Legislatif 2019 lalu.
Meski gagal di parlemen, namun bukan akhir dari perjuangan. Manuver politik pun dilakukan untuk bisa berkiprah lebih jauh dalam Pilkada 2020. Namun pertanyaan muncul, kemana parpol non parlemen tersebut berlabuh. Berkoalisi dengan partai yang memiliki kursi di parlemen atau independen?.
Terbukti, belum lama parpol non parlemen membangun kesepahaman, beberapa kandidat yang berniat maju di Pilkada Cianjur sudah mulai merapat. Diantaranya, Dr Cecep Muhammad Wahyudin bakal calon bupati/wabup yang mendaftar ke PDI Perjuangan, serta Sekretaris DPD Partai Demokrat Jawa Barat, Wawan Setiawan.
Namun sebelum melangkah lebih jauh untuk mengusung dan mengusulkan calon atau bergabung dengan koalisi partai lain. Parpol non Parlemen, ingin berkonsultasi dengan pihak Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur guna membedah UU 8/2015 tentang Pemilu Gubernur, Bupati dan Walikota.
“Sebelumnya tidak fokus mengusulkan calon karena memang undang-undang belum kita pelajari. Setelah kita pelajari, ternyata di undang-undang 8/2015 terbuka peluang untuk mengusulkan calon,” ujar Juru Bicara Parpol Non Parlemen, Beny Rustandi kepada cianjurekspres.net, Jumat (27/9/2019).
Dimana dalam pasal 40 jelas Beny, mengatur bukan hanya partai pemilik kursi yang bisa berkoalisi. Ternyata, partai non parlemen punya nilai tawar bisa mengusulkan calon yang syaratnya berkoalisi dengan partai pemilik kursi untuk mencapai akumulasi 25 persen suara sah di Pilkada.
“Kita ingin membedah lagi produk hukum ini, apakah bisa dilaksanakan atau tidak. Kalau bisa, kita nanti akan mengusulkan calon. Tapi jika tidak bisa, kita akan berkoalisi mendukung siapa atau independen rasa partai. Hanya dua pilihan itu,” jelas Beny.
Dirinya tidak memungkiri, kehadiran parpol non parlemen semakin memicu adrenalin para politisi atau tokoh masyarakat yang ingin berkontestasi di Pilkada 2020.