PACET – Ratusan petani di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet akhirnya bernafas lega setelah pihak keluarga Halimah Rais, menyatakan tidak akan mengambil tanah yang sudah digarap dan dimiliki petani.
Sebelumnya 800 kepala keluarga (KK) warga Desa Ciputri, merasa diresahkan adanya penjualan lahan yang dilakukan seseorang yang mengatasnamakan ahli waris Haliman Rais pemilik lahan seluas 60 hektar yang sudah dikuasai negara, karena terlantar selama puluhan tahun itu pada investor.
Bahkan petani sangat diresahkan karena sebagian kecil telah memiliki sertifikat tanah atas lahan yang selama ini telah digarap secara turun-temurun dari leluhurnya, setelah mendapat kabar dari media sosial terkait Kota Langit Sarongge yang telah dijual secara umum oleh orang yang mengaku ahli waris.
Ade Armando selaku perwakilan keluarga besar Halimah Rais, meminta agar warga dan petani Sarongge tidak perlu khawatir harus meninggalkan tanah pertanian yang sudah puluhan tahun didiami dan digarap secara turun-temurun.
Dia mengaku, sudah mendapat penjelasan dari Suci Mayang Sari, Tosca Santoso dan Hasoloan Sinaga terkait keresahan petani Sarongge atas rencana dijualnya lahan Sarongge yang selama ini diketahui milik neneknya. Mengenai keresahan petani di daerah tersebut, maka pihak keluarga Halimah Rais tidak pernah mempersoalkan tanah tersebut.
”Kalau ada pihak-pihak yang mengatasnamakan keluarga Halimah Rais atau pengembang yang menyatakan akan menjual tanah tersebut, dan memanfaatkannya untuk keperluan bisnis,” katanya dihadapan perwakilan petani Sarongge, belum lama ini.
Bahkan cucu kandung Halimah Rais itu, mengatakan kalau pihak keluarga selama ini tidak pernah berniat untuk mempermasalahkan lahan 60 hektar tanah yang pernah dimiliki neneknya itu.
Termasuk tidak pernah memberikan izin pada Boy Satrio untuk mengusut atau menjual tanah yang statusnya sebagian besar telah dikuasai petani secara turun-temurun sejak puluhan tahun lalu.
“Nenek kami dikenal sebagai pengusaha sukses pada zamannya dan membeli tanah di Sarongge hingga 60 hektar terbagi dalam 5 sertifikat,” katanya.
Namun, ahli waris awalnya tidak pernah mengetahui secara pasti lokasi tanah tersebut, hingga munculnya pemberitaan di media resahnya ratusan petani di Sarongge yang terancam kehilangan tanahnya.