CIANJUREKSPRES – Dari tahun ke tahun Korea Selatan darurat nasional karena angka kelahiran semakin turun drastis dimulai pada 2023.
Tingkat kelahiran Korsel (Korea Selatan) hanya mencapai 0,72 saja dan hal ini belum pernah terjadi di negara lainnya di dunia.
Pada 2021 pada Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) yang mencapai 1,58.
Baca Juga:Kabar Akuisisi Tiktok dan Tokopedia Mengubah Peta Ekonomi DigitalIntrovert sama dengan Penyendiri, Benarkah?
Pada 2022 lalu telah lahir sekitar 249 ribu bayi di Korea Selatan namun hal ini belum mencukupi karena Korea Selatan memerlukan 500 ribu bayi untuk menggerakan pasar tenaga kerja.
Kondisi ini mendorong pemerintah untuk meningkatkan jumlah kelahiran dengan membentuk Komite Presiden tentang Masyarakat Lanjur Usia dan Kebijakan Kependudukan.
Pemerintah juga melontarkan hibah secara langsung bagi mereka yang melahirkan bayi.
Sebelumnya pada tahun 1970an dan 1980an Korea Selatan memiliki slogan “Satu anak per keluarga masih terlalu banyak untuk Korea”
Kendati hal itu yang menyebabkan kondisi saat ini, dimana biaya pendidikan dan biaya tempat tinggal yang terlampau sangat tinggi di Korea Selatan.
Sehingga banyak pasangan muda-mudi yang takut dengan kedua hal ini yang mengakibatkan untuk memutuskan tak mau memiliki anak dan membesarkan anak.
Menurut Jaemin Lee seorang profesor hukum di Universitas Nasional Seoul dalam bukunya yang bertajuk ‘Financial Times’
Baca Juga:Perbedaan Introvert, Ekstrovert, dan Ambivert dalam DiriRekomendasi Buku tentang Kepribadian Wajib dibaca
Sebetulnya masalah ini bisa saja Korea Selatan selesaikan dengan baik dengan cara mengontrol harga perumahan melalui pajak dan izin kontruksi.
Selain itu dapat menawarkan paket prefensi kepada keluarga yang memiliki anak kecil melalui undang-undang dan peraturan khusus.
Berbeda halnya dengan sekolah, pada 2022 Korea Selatan mencatat pengeluaran tertinggi menghabiskan hampir 20 miliar USD yang setara dengan Rp319 triliun.
Kecerdasan buatan dan digitalisasi dinilai bisa membantu dalam mengurangi biaya pendidikan.
Karena program pendidikan berkemampuan Artificial Intelligence (AI) dapat menggantikan program konvensional di lembaga pengajaran.
Namun butuh waktu untuk bisa menekan penurunan angka kelahiran di Korea Selatan ini dan mengubah perilaku mereka.