KITA masih ingat rasa susahnya saat PPKM –atau apa pun istilah sebelumnya. Itulah yang kini masih dirasakan oleh penduduk Shanghai –dalam skala yang lebih ketat.
Sudah dua minggu mereka mengalami ”penderitaan” PPKM di sana. Pernah sehari dilonggarkan. Rabu kemarin. Senang. Meski terbatas di satu distrik. Pasti akan dilonggarkan lebih luas lagi.
Ternyata, besoknya, ditutup lagi. Cepat-cepat. Itu gara-gara ada seribuan kasus baru Omicron di satu distrik.
Baca Juga:BRI Dorong Keberlanjutan UMKM Naik Kelas Melalui DigitalisasiEcky Gandeng Bank Indonesia Sebar 1000 paket Sembako di Cianjur
Saya, yang begitu sering ke Shanghai, bisa membayangkan alangkah sulitnya me-lockdown kota berpenduduk 25 juta jiwa itu.
Tapi itu terjadi. Kenyataan. Secara ketat.
Berarti sudah dua minggu penduduk kota besar itu tinggal di dunia kecil: sebatas apartemen mereka.
Di sana lockdown tidak main-main. Aturannya sangat keras.
Wartawan asing yang banyak tinggal di Shanghai tidak terkecuali. Wartawan ekonomi seperti dari Nikkei Jepang atau Wall Street Journal Amerika lebih senang berbasis di Shanghai. Daripada di Beijing.
Baca selengkapnya di Disway.id, KLIK DI SINI.