Mandoti disebut Mandoti karena daya pikatnya. “Kalau dimasak, aroma harumnya tercium sampai jauh,” ujar Asman.
Sayangnya Mandoti tidak bisa dikembangkan. Hanya bisa ditanam di satu kecamatan saja di Enrekang. Itu pun hanya di satu hamparan tanah adat yang luasnya 3.000 hektare.
“Begitu ditanam di luar hamparan itu, hasilnya berubah,” ujar Asman. “Dari hasil penelitian memang ada satu unsur mineral tanah yang hanya ada di situ,” kata Asman.
Baca Juga:Minyak Goreng Melimpah, Ibu Rumah Tangga di Cianjur MenjeritBRI Hadirkan Solusi Finansial Bagi Perusahaan Sekuritas
Hamparan itu bukan sawah. Itu sebuah lereng gunung Latimojong –gunung tertinggi di Sulsel. Lahan itu di ketinggian sekitar 1.000 meter. Tidak ada irigasi teknis. Semuanya ladang tadah hujan.
Uniknya, tanah 3.000 hektare itu milik adat. Digarap bersama dan hasilnya dibagi untuk semua warga adat. Yang bertanggung jawab atas penanaman Mandoti bergantian, sesama warga adat.
Padi Mandoti ini konservatif sekali: 8 bulan baru bisa dipanen. Hampir tiga kali umur padi biasa.
Di luar tanah adat itu warga masih punya tanah pertanian masing-masing. Umumnya ditanami bawang merah.
Enrekang sebenarnya juga penghasil kopi robusta utama di Indonesia. Tapi nasibnya sial: tidak ada yang mengenal kopi Enrekang. Pun Anda. Kopi Enrekang dipasarkan dengan nama Kopi Toraja.
Enrekang pernah ingin merebut nama baik itu. Masih gagal. Mungkin perlu Munas Kopi Mania se-Indonesia -kalau sudah terbentuk. (Dahlan Iskan)