Maka, Rusia pun menempuh cara yang sama. Ia minta persetujuan parlemen, bukan untuk perang, tapi untuk menggunakan militer di luar negeri.
Putin juga mendeklarasikan bukan perang tapi “melakukan serangan militer khusus” ke sasaran-sasaran tertentu di Ukraina.
Pokoknya tahapan yang pernah dilakukan Amerika, dilakukan oleh Rusia. Termasuk alasan untuk “mempertahankan kedaulatan negara yang sedang terancam”.
Baca Juga:Gempa Pasaman Barat, BRI Bangun ‘Posko BRI Peduli’Vaksinasi Booster Berikan Perlindungan Hingga 91 Persen dari Risiko Terburuk Covid-19
Sudah dua hari serangan dilakukan Rusia ke sasaran militer Ukraina. Tinggal mengepung ibu kota Kiev. Lalu menangkap presiden Ukraina, seperti Amerika menangkap Presiden Iraq dan Presiden Libya.
Presiden Ukraina tahu itu. Ia diingatkan untuk itu. Tapi Volodymyr Oleksandrovych Zelenskyy tetap bertahan di Kiev.
Ia tidak mau melarikan diri —sementara ini. Keluarganya dikatakan juga masih di Ukraina —tidak disebutkan di mana.
Tegakah Amerika melihat Zelenskyy dijadikan seperti Saddam Husein atau Muamar Qadhafi?
Rusia, sebagai sahabat Iraq dan Libya, tidak berbuat banyak saat Amerika melakukan itu. Mungkin itulah yang diungkit Putin sebagai bagian dari “masa delapan tahun menahan diri”.
Saya bisa merasakan betapa terjepit Zelenskyy sekarang ini. Terutama melihat sikap negara-negara Barat yang masih sebatas “mengecam keras” serangan Rusia itu.
Saya pun menelepon Prof Dr Effendi Gazali, ahli komunikasi yang tidak mau lagi dipanggil profesor itu.
Baca Juga:Pemkab Cianjur Alokasikan Anggaran Perbaikan Jalan Rp80 M Tahun IniSukses Jalankan Transformasi Digital, 96,7% Nasabah BRI Gunakan Digital Channel
Saya pikir ia lagi di Kiev, mengajar di sana. Ternyata sejak diangkat sebagai pengajar di universitas paling besar di sana ia belum pernah ke sana lagi. Masih pandemi.
Prof Effendi Gazali pernah menyebut nama universitas yang mengangkatnya itu. Tapi saya lupa namanya. “Baca sendiri saja,” katanya sambil mengirim copy surat pengangkatannya.
Saya pun membaca lagi surat pengangkatan itu: hahaha, saya tetap tidak tahu apa namanya.
Menurut Effendi, nama Indonesia sangat dikenal di Ukraina. “Orang-orang tua di sana bisa menyanyikan lagu Rayuan Pulau Kelapa,” katanya.
Itu karena di zaman Bung Karno lagu itu diajarkan kepada anak-anak. Terutama untuk menyambut setiap kedatangan Bung Karno ke sana.
Ia juga mengatakan: yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia memang Mesir, tapi orang Ukrainalah yang pertama membawa persoalan Indonesia sebagai agenda di PBB.