Korban dibawa ke IGD Rumah Sakit di mana Prof Rehn lagi jaga, dan dengan ”bondo nekatnya” (ya benar, demikian pengakuan beliau di publikasinya); …. ”dengan perasaan takut bahwa pasien tersebut tidak dapat diselamatkan dan mati”, tanpa ragu Rehn menjahit otot jantung yang terluka pisau tersebut dan berhasil menghentikan perdarahan dan menyelamatkan nyawa pasien itu (pasien hidup).
Prof Rehn kemudian memublikasikannya di Konggres Ilmu Bedah Jerman ke 26 di Berlin tahun 1897, yang (pada waktu itu) Rehn ”dicerca” oleh seniornya, Prof Theodore Billroth, yang waktu itu adalah tokoh sentral ahli bedah Jerman (juga ahli bedah umum) tapi waktu itu memang ilmu bedah didominasi oleh Bedah Perut (Bedah Digestiv istilah sekarang). Ia mengatakan bahwa ”ahli bedah yang berani menjahit jantung akan kehilangan respek dan wibawanya dari para sejawatnya”…
Waduh, saya bisa membayangkan bagaimana perasaan Prof Rehn pada waktu itu (untung belum ada TV, radio, HP, medsos, WA, Facebook, Twitter, dan sebagainya yang bisa memberitakan ”aib” seorang professor bedah karena menjahit Jantung manusia (yang pada waktu itu, jantung adalah organ yang ”tidak mungkin” disentuh oleh ahli bedah, apalagi menjahitnya).
Baca Juga:Lolos ke Final Piala Menpora 2021, Persib Hadapi PersijaSeleksi Calon Sekda Cianjur Usai, Ini Penjelasan Tim Pansel
Jadi, perbuatan Rehn menjahit jantung dianggap ”aib” bagi seorang ahli bedah. Tapi karena berita itu terbatas pada komunitas dokter (mungkin hanya ahli bedah saja) , ”aib” Rehn tersebut justru kemudian menjadi jalan ”membuka mata” para ahli bedah di seluruh dunia, bahwa ahli bedah dapat menjahit jantung yang terluka. Sekarang, menjahit jantung bukan masalah lagi, seperti kemudian juga bagi seorang ahli bedah, sama mudahnya seperti menjahit organ tubuh lain di masing masing spesialisme ilmu bedah.
Apa yang saya ceritakan itu merupakan ”milestone” dalam Ilmu Kedokteran, bahwa dalam keadaan kedaruratan, seorang ahli bedah tanpa pengetahuan di bidang pembedahan jantung (pada waktu itu) melakukan tindakan bedah yang dianggap ”aib” oleh komunitasnya, tetapi kemudian menjadi jalan ”membuka mata” bagi para ahli bedah lain, bahwa tindakan menjahit jantung yang dikatakan ”tabu” dapat dilakukan oleh setiap ahli bedah dengan mudah.