BERHASIL kembali mengapung bukan berarti urusan selesai. Itulah nasib kapal gajah-bengkak Ever Given. Ternyata kapal itu masih ditahan di Terusan Suez. Sampai sekarang. Belum tahu pula kapan bisa meneruskan perjalanan ke Rotterdam, Belanda.
Urusan di Suez kelihatannya masih akan panjang. Pemerintah Mesir belum akan melepas kapal kontainer itu sebelum ganti rugi dibayar. “Menit itu terjadi kesepakatan, menit berikutnya kapal sudah boleh jalan,” ujar penguasa Mesir seperti dikutip media di Timur Tengah.
Ganti rugi yang diminta sebesar USD 1 miliar. Atau sekitar Rp 14 triliun. Tapi tidak ada rincian yang bisa dianalisis: pada biaya apa yang paling mahal. Apakah biaya sewa 14 kapal tarik selama satu minggu. Atau biaya sewa dua kapal keruk/sedot pasir –termasuk yang didatangkan belakangan yang kapasitasnya 2.000 m3/jam.
Baca Juga:UMKM Menjadi Kekuatan Baru Pemulihan EkonomiSetelah Tiga Bulan, Jasad Warga Cianjur Tenggelam di Perairan Jayanti Akhirnya Ditemukan
Atau itu untuk ganti rugi hilangnya pendapatan Terusan Suez selama satu minggu. Sedang biaya mendatangkan air pasang –penolong utama terangkatnya kapal itu– tentu gratis.
Sebenarnya sudah ada lembaga yang menghitung berapa dolar Mesir kehilangan pendapatan selama satu minggu itu. Menghitungnya pun gampang: berapa kapal yang tertahan di mulut terusan. Baik di sisi Laut Merah di selatan atau pun di sisi Laut Tengah di utara. Jumlah kapal yang tertahan itu 400 buah (dibulatkan). Maka diketahuilah angka kerugiannya sekitar USD 90 juta – sekitar Rp 1,2 triliun.
Tentu angka USD 1 miliar itu bisa dinego. Nego itulah yang memakan waktu –semoga tidak ada di antara 20.000 kontainer di kapal itu yang berisi makanan.
Kapal Ever Given itu milik perusahaan di Jepang. Didaftarkan sebagai kapal Panama. Disewakan ke perusahaan Taiwan. Dioperasikan oleh perusahaan operator.
Mesir tentu tahu siapa yang harus membayar ganti rugi USD 1 miliar itu: pemilik kapal. Bukan penyewa, bukan pula negara Panama.
Pemilik kapal tentu tidak mau membayar ganti rugi itu begitu saja. Harus ada putusan pengadilan dulu: siapa yang salah –alam, manusia atau mesin. Ada pengadilan maritim di semua negara.
Menentukan siapa yang salah itu juga terkait dengan asuransi. Pemilik kapal tentu mengasuransikan kapalnya –bukan penyewa kapal. Lalu klaim asuransinya akan terkait dengan siapa yang salah di kejadian tersebut.