Cianjurekspres.net – Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S Depari menyayangkan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oknum polisi terhadap para jurnalis yang meliput unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.
Dirinyapun meminta Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis mengusut tuntas dan melakukan langkah hukum terhadap oknum polisi yang sudah menghambat dan menghalangi tugas jurnalis dengan merusak, merampas, serta menganiaya wartawan yang meliput unjuk rasa RUU Cipta Kerja.
Baca Juga: Puluhan Wartawan Cianjur Gelar Aksi Lepas Id Card dan Jalan Mundur
“Termasuk memberikan sanksi kepada oknum petugas yang sengaja menghambat kemerdekaan pers secara terang-terangan tersebut,” kata Atal S. Depari dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (10/10).
Padahal, menurut dia, wartawan dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Atal menjelaskan, bahwa UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri. Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers.
“Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Atal, pihak mana pun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana 2 tahun penjara.
Dalam Peraturan Dewan Pers telah diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya, apalagi sampai dibunuh.
Menurut dia, jika wartawan yang meliput aksi protes RUU Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai dengan kode etik jurnalistik, seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum.
“Maka, tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan, termasuk penganiayaan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi anti RUU Cipta Kerja merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers,” katanya.
Ia menilai perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers, melainkan juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi. Hal itu merupakan pelanggaran sangat serius.