Sistem pemerintahan di Singapura sangat diktator. Tapi diktatornya, ehm, baik hati. Singapura bisa menjadi contoh ”diktator yang baik bisa menghasilkan kemajuan lebih cepat dari demokrasi yang tidak baik”.
Sayang sulit sekali mencari ”diktator yang baik hati”. Apalagi di negara sebesar Indonesia.
Sejak awal, Lee Kuan Yew sudah menantang negara demokrasi. Termasuk negara-negara Barat.
Kelemahan negara demokrasi, kata Lee, selalu terjebak pada pemilu. Semua pemimpinnya hanya berusaha menyenangkan rakyat. Termasuk untuk hal-hal yang akan menjerumuskan masa depan rakyat itu sendiri. Tujuannya satu: agar menang Pemilu.
Negara kampiun demokrasi seperti Amerika pun kini terjebak hal yang sama: ingin menyenangkan rakyat. Asal menang pilpres. Walau pun punya dampak terpecahnya bangsa.
Sayang tidak ada mekanisme yang teruji bagaimana bisa menemukan ”diktator yang baik hati”.
Adakah yang tertarik menyusun konsep pencarian diktator—baik—hati?
Kalau tidak ada jaminan untuk itu semua sepakat: demokrasi lebih baik. Asal demokrasi yang disertai berjalannya sistem hukum.(*)