“Kalau saya lagi sehat bisa Rp. 50.000, tapi kalau sekarang kan suka sakit encok jadi Rp. 35.000 dalam sehari. Makanya anak saya juga ikut bantu kaya gini, karena udah tua jadi ga sekuat dulu kerjanya dan yang memulung pun semakin banyak disini untuk botol plastik,” tuturnya.
“Awal-awal jadi pemungut lumayan, ga susah nyari botol plastik. Sekarang makin sini jadi kaya saingan juga karena kerja kita nyari yang ada nilai jualnya,” ujar bapak berkulit cokelat gelap itu asal Cibinong, Cianjur.
Dengan tubuh yang semakin tua, Atin tetap berusaha agar keluarganya tetap makan. Ia pun tak selalu menukarkan hasil pungutannya setiap hari, melainkan dikumpulkan selama 10 hari untuk ditukarkan kepada pengadah. Hasil yang di dapatkan pun diakuinya jauh lebih terasa, dengan 12 karung Rp300.000 hingga Rp1.000.000 bisa ia hasilkan dalam sebulan.
Baginya, uang yang ia hasilkan pun tak cukup untuk keluarganya bisa makan enak. Terutama untuk membiayai sekolah anaknya ke jenjang lebih tinggi.
“Buat makan alhamdulillah selalu ada ya rezeki, istri belanja ke warung kecil buat masak tempe atau tahu setiap harinya. Anak saya bentar lagi mau lulus SMP, dan lagi berpikir biaya lanjut SMA, soalnya di SMA biayanya pasti bakal lebih banyak,” bebernya.
Ia berharap, keberlangsungan hidup dan mata pencariannya tetap akan bisa menghidupi keluarganya. Ia hanya mengharapkan anak dan istrinya di rumah bisa makan dengan teratur dan dirinya diberi kesehatan untuk tetap kuat mendaki bukit sampah setiap harinya.
“Yang penting bagi saya adalah keluarga. Anak dan istri bisa makan di rumah saya udah lega. Mudah-mudahan aja sayanya tetep kuat. Enggak sakit-sakitan terus,” ucapnya menghakhiri pembicaraan.(rid/nik)