JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan nota kesepahaman lintas sektor terkait Jaminan Produk Halal (JPH) yang baru ditandatangani memperlemah independensi Majelis Ulama Indonesia dalam sidang fatwa sertifikasi halal.
“Independensi MUI terkait sidang fatwa yang seharusnya ranah MUI saja karena penetapan fatwa adalah domain para ulama, sementara nota kesepahaman melibatkan unsur kementerian dan lembaga,” kata Ikhsan di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Sebelumnya, nota kesepahaman ditandatangani lintas kementerian, polisi dan MUI tentang penyelenggaraan layanan sertifikasi halal bagi produk yang wajib bersertifikat halal.
Ikhsan mengatakan dalam nota kesepahaman itu juga memunculkan pihak kelima yaitu Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang diikutsertakan dalam penentuan penyelenggaraan layanan sertifikasi halal.
“Padahal dalam UU JPH dan PP JPH tidak disebutkan. Ini adalah suatu yang tidak benar karena tidak diamanatkan di dalam regulasi,” kata dia.
Persoalan halal, kata dia, adalah hukum yang berkaitan dengan tugas dan fungsi keagamaan yang diperankan MUI.
Sementara sertifikasi auditor halal, kata dia, adalah kewenangan Majelis Ulama Indonesia sehingga KAN sejatinya tidak memiliki spesifikasi penentuan halal karena hanya dapat ditetapkan MUI.
Dia mendesak agar nota kesepahaman tersebut ditunda karena belum ada Permenag yang diundangkan sebagai penopang.
“Belum disahkannya Permenag sampai saat ini menunjukkan kompleksitas persoalan terkait penyelenggaraan sertifikasi halal,” kata dia.(ant/hyt)