JAKARTA – Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Jawa Tengah, Prof Dr Muhammad Fauzan berharap Presiden Joko Widodo konsisten dalam menerapkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang baru disahkan oleh DPR.
“Sebab, Presiden Jokowi sebelum muncul desakan massa, pernah menyatakan UU KPK yang baru sangat relevan untuk pembenahan pemberantasan sekaligus pencegahan korupsi,” kata Fauzan dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (7/10/2019).
Menurut dia, sebelum Jokowi mengirimkan Surat Presiden (Supres), dalam satu konferensi pers yang bersangkutan dengan gagah dan meyakinkan menyatakan kesetujuannya terhadap beberapa materi dalam RUU KPK, antara lain misalnya mengenai keberadaan Dewan Pengawas.
“Ini memang perlu karena semua lembaga-lembaga negara, presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip check and balances saling mengawasi, hal ini dibutuhkan untuk meminimalisasi potensi penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.
Fauzan melanjutkan, terhadap keberadaan SP3 juga perlu karena penegakan hukum harus menjamin prinsip-prinsip HAM dan kepastian hukum dengan batas waktu dua tahun. Kemudian juga yang terkait dengan status pegawai KPK dan lainnya.
“Pada saat menyampaikan poin-poin yang disetujui atau yang tidak disetujui atas RUU KPK, saya berpikir inilah sikap tegas presiden pilihan rakyat, yang dalam terminologi jawa dikenal dengan sabdo pandito ratu tan keno wola wali. Artinya perkataan raja atau penguasa menjadi dasar hukum yang wajib dipatuhi dan dilarang mencla-mencle kalau ingin dihormati,” jelas Fauzan.
Namun demikian, penilaian Presiden Jokowi lantas berbalik 180 derajat ketika tanggal 26 September 2019 Presiden mengundang beberapa tokoh untuk mendiskusikan kondisi bangsa terkini, terutama terkait dengan maraknya aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah yang menolak beberapa RUU termasuk UU KPK yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara presiden dengan DPR.
“(Pertemuan dengan para tokoh) berakhir dengan adanya tiga opsi pilihan terkait dengan UU KPK, yang konon tinggal menunggu penomoran dari Kementerian Hukum dan HAM, yakni melalui legislative review, judicial review dan mengeluarkan Perppu. Dan presiden memberikan keterangan akan mempertimbangkan dan mengkalkulasi kemungkinan diterbitkannya Perppu,” papar Fauzan.