CIANJUR – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur mencatat selama periode Januari hingga pertengahan Juli 2019 ada 17 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bahkan 12 kasus diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak.
Kepala Bidang (Kabid) Advokasi dan Penanganan Perkara P2TP2A Cianjur, Lidya Indayani Umar, mengatakan, 17 perkara yang masuk selama 2019 itu terdiri dari 12 kasus persetubuhan, 3 kasus sodomi, 2 kasus trafficking, dan satu kasus kekerasan dalam rumah tangga.
“Jadi paling banyak itu kekerasan seksual sampai 12 kasus, ditambah juga dengan kasus sodomi sabanayk 3 kasus,” kata dia kepada Cianjur Ekspres,Selasa (23/7).
Jumlah perkara yang masuk, terutama kekerasan seksual di tahun ini pun diklaim menurun. Pasalnya tercatat jumlah laporan kasus kekerasan seksual yang masuk di 2018 sebanyak 28 kasus.
Kasus yang paling banyak terjadi pada Apil dengan 6 kasus, terdiri dari 3 kasus persetubuhan dan 3 kasus pencabulan/sodomi. Korban dari kasus pada April tersebut, seluruhnya merupakan anak di bawah umur.
Secara keseluruhan, korban anak untuk kekerasan seksual sebanyak 24 orang, dan 4 orang lainnya merupakan dewasa.
Sementara itu, pada 2017, terjadi 30 kasus persetubuhan, 2 kasus pencabulan, namun untuk kasus sodomi hanya ada 2 kasus. Sedangkan untuk 2016 adanya sebanyak 65 kasus kererasan seksual.
“Penurunnan setiap tahunnya sangat signifikan, baik untuk persetubuhan sodomi dan kekerasan seksual lainnya,” kata dia.
Menurut dia, kasus kekerasan seksual rata-rata pelakunya merupakan orang terdekat, mulai dari tetangga, saudara, paman, kakek, bahkan orangtua. Hal itu dipicu karena adanya kelainan psikologis hingga hasrat biologis yang tidak terbendung lantaran lama ditinggal istri, terutama yang bekerja ke luar negeri.
“Terkadang kekerasan seksual ini juga masuk ke ranah kekerasan rumah tangga, sebab ketika korban tidak mengikuti kemauan dari pelaku biasanya dipaksa hingga terjadi kekerasan,” kata dia.
Dia menjelaskan, anak korban pecelahan seksual akan mengalami gangguan pada psikologisnya, dimana ada rasa ketakutan untuk bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungan. Bahkan korban akan takut melihat laki-laki, hingga terus mengalami gangguan pada tidur.
Untuk korban sodomi, lanjut dia, anak relatif akan berubah perilaku, seperti sering berkata kasar, tempramen, bahkan berpotensi menjadi predator anak atau pelaku sodomi di kemudian hari.