CIANJUR – Ratusan petani di Kampung Sarongge Desa Ciputri mulai mengajukan pembuatan sertifikat massal ke BPN Cianjur. Langkah tersebut diambil, sebagai upaya mempertahankan lahan yang telah lama digarap dari kemungkinan komersialkan.
Sekretaris Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Deki Aprizal mengatakan, meskipun wacana Kota Langit sudah dibatalkan, petani masih cukup resah karena belum memiliki kejelasan atas lahan yang selama ini mereka garap.
”Apalagi, selama ini juga tetap saja ada orang yang datang dan menanyakan soal tanah ke petani. Masih ada rasa trauma, cukup sering kejadiannya. Takut tanah pertaniannya dikomersialkan lagi,” ujar dia kepada wartawan, belum lama ini.
Dia mengatakan, berkaca dari kejadian yang lalu terkait Kota Langit yang dipasarkan pihak ketiga, para petani menegaskan jika pemasaran serupa tidak akan menganggu gugat tanah di Sarongge Girang. Namun, petani tetap mengharapkan ada jaminan yakni melalui kepemilikan sertifikat yang sah secara hukum.
Disinggung mengenai pendataan lahan yang dilakukan oleh pihak kecamatan, Deki mengiyakan hal tersebut. Menurut dia, beberapa petani sudah menghubungi camat agar bisa mendapatkan data valid berkekuatan hukum atas tanah yang diklaim milik mereka. ”Petani menyarankan berbagai pihak, agar sertifikat segera dibuat. Diakui pemerintah setempat juga,” ucapnya.
Deki menilai, setelah diperolehnya sertifikat baru petani bisa merasa lebih tenang. Pasalnya, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang selama ini menjadi ‘senjata’ petani melawan pengembang tidak bisa menjamin.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, pada 2019 ini BPN akan segera merealisasikan pembuatan sertifikat massal. Terutama bagi petani di wilayah utara Cianjur. Kabar tersebut, diakui Deki membuat para petani semakin optimis.
Dengan diperolehnya sertifikat tanah, petani merasa ada keberpihakan kepada mereka sebagai penggarap sejak puluhan tahun lalu. Sejauh ini pun, pemerintah daerah dianggap pro masyarakat dibandingkan pengembang yang telah mengiklankan tanah Sarongge.
”Jadi memang hanya itu keinginan terbesar petani saat ini. Kalaupun ada kemungkinan lahan kembali dikomersialkan oleh ahli waris atau pihak manapun, petani pasti menolak keras. Walaupun itu sistem bagi hasil sekalipun, mereka tidak mau,” kata dia.