GERAKAN Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) belakangan kian menyita perhatian publik. Atas nama kebebasan, kaum LGBT merasa berhak menentukan orientasi seksual mereka dan tak perlu malu-malu lagi menunjukkan identitas mereka di hadapan publik. Mereka bahkan menuntut Negara untuk melegalisasi hubungan sesama jenis. Gerakan ini tentu saja mengusik ketentraman hidup bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral dan susila.
Era reformasi telah membuka pintu sebebas-bebasnya bagi gerakan apapun yang dianggap mendukung kebebasan manusia dari aturan hukum negara, adat istiadat bahkan agama. Dalih yang digunakan adalah memanusiakan manusia atas dasar kemanusiaan. Kebebasan yang “kebablasan” ini menjadikan LGBT bebas bergerak dan berhasil melegalkan aktivitasnya di beberapa negara di dunia.
Perspektif Konstitusi. Kebebasan sejatinya merupakan ruh dalam demokrasi. Tanpa kebebasan, sistem demokrasi ibarat mati. Kebebasan akan membuka ruang partisipasi bagi semua warga Negara berperan aktif dalam setiap kebijakan Negara, sehingga apapun kebijakan yang dilahirkan oleh Negara dapat mengakomodasi kepentingan warga negaranya.
Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, kebebasan (baca: Hak Asasi Manusia) juga dicantumkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB XA Pasal 28A tentang HAM: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pasal ini mengamanatkan bahwa setiap warga Negara berhak untuk hidup dan mengembangkan kehidupannya. Pasal 28C ayat (1) lebih jauh menjelaskan: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaatkan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupanya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Namun hal yang sering dilupakan dalam Bab Kebebasan ini adalah kewajiban menghormati HAM orang lain. Pasal 28J ayat (1) mengunci kebebasan dengan kalimat: “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”
Bahkan ayat (2) memberi proteksi yang lebih kuat lagi: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”