CIANJUR – Anggota DPR RI Maruarar Sirait, berjanji menfasilitasi keinginan ratusan petani di tiga kecamatan di Cianjur terkait kepastian lahan garapan yang selama ini mereka tempati untuk mencari nafkah.
Pasalnya selama ini, mereka mendapat perlakukan tidak layak dari pihak perusahaan yang mengklaim telah memiliki izin resmi atas 900 hektar lahah yang selama ini dianggap terbengkalai dan digarap warga sejak beberapa tahun terakhir.
Ara pangggilan akrab Maruarar yang akan maju kembali dari Dapil III Jabar, Cianjur-Bogor itu dalam pertemuan dengan perwakilan petani yang berharap mendapatkan hanya atas lahan yang sudah lama terlantar tersebut, berjanji akan mempertemukan pihak perusahaan dengan perwakilan petani yang selama ini belum pernah terwujud.
“Kita akan cari jalan keluarnya bagaimana petani mendapatkan haknya dan perusahaan tidak dirugikan. Lahan untuk petani merupakan program Presiden Jokowi yang sudah dilakukan diberbagai wilayah di Indonesia,” katanya kepada wartawan, usai audiensi, belum lama ini.
Apalagi, dia mendengar jika para petani juga melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan hak atau sertifikat atas lahan tersebut, namun pihak perusahaan sempat mengunakan aparat untuk mengusir petani dari lahan yang terbagi di tiga kecamatan Cibeber, Campaka, Campakamulya itu.
“Kami sudah satu tahun mengarap lahan yang terbengkalai lama itu, bahkan ada yang lebih dari lima tahun. Setahu kami statusnya HGU tapi sudah lama tidak digarap, sehingga kami bersama petani lainnya memanfaatkan lahan terlantar tersebut,” kata Rohmat petani warga Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber.
Dia menjelaskan, hal yang sama dilakukan petani di dua kecamatan lainnya, yang akhirnya memanfaatkan lahan terlantar selama puluhan tahun itu untuk bercocok tanam seperti singkong, jagung dan pisang.
Yudi Junadi pendamping petani dari LBH Cianjur, mengatakan lahan yang kembali di klaim perusahaan besar itu sudah terlantar sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan perusahaan tersebut tidak memiliki pabrik, karyawan dan fasilitas penunjang lainnya, meskipun HGUnya msih berlau hingga 2024.
Sejak lahan tersebut digarap petani di kecamatan sejak beberapa belas tahun terakhir, membuat pihak perusahaan mengunakan berbagai cara untuk menguasai kembali lahan yang ssebelumnya ditanami teh itu.