CIANJUR – Kasus dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh AA, calon legislatif (caleg) daerah pemilihan (dapil) 2 Cianjur dari Partai Nasdem memasuki persidangan di Pengadilan Negeri Cianjur, Jalan Dr Muwardi by Pass,Jumat (14/12). Sejumlah saksi pun dihadirkan dalam sidang perdana yang menyita banyak kalangan tersebut.
Sidang yang dipimpin Hakim Luasia Amping tersebut digelar di ruang sidang Cakra. Sejumlah pihak pun datang untuk menyaksikan sidang yang berlangsung dari pukul 09.00 Wib hingga pukul 11.45 Wib itu.
Jaksa Penuntut Umum, Mila Susilawati menuturkan, dalam agenda tersebut dihadirkan sejumlah saksi untuk memberikan keterangan terkait pemberian sembako, saweran, dan penyampaian program dalam kegiatan kunjungan AA ke salah satu Madrasah di Cugenang.
Menurutnya, para saksi membenarkan jika ada paket sembako serta uang saweran yang diberikan kepada setiap yang hadir.
“Saksi yang terdiri dari warga, Bawaslu, dan KPU. Dari penuturan saksi di lapangan terutama warga, mengiyakan adanya sembako dan saweran Rp 2.000,” ungkap Mila kepada wartawan usai sidang.
Dia menuturkan, rencananya sidang pembuktian akan digelar pada Senin (17/12). Pihaknya akan juga menghadirkan lagi sejumlah saksi. “Total ada 14 saksi yang kami hadirkan, dibagi di sidang hari ini dan untuk pekan depan,” ucapnya.
Dia menjelaskan, dugaan atas pelanggaran pemilu tersebut, AA diduga melanggar UU no 7 tahun 2017 pasal 523 ayat (1) yaitu, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung.
Adapun pasal 280 ayat 1 hurup j menyatakan. Pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta pemilu.
“Sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat 1 hurup j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,-,” ucapnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum AA, Suhendra mengatakan, AA tidak melakukan politik uang atau melakukan pelanggaran pemilu. Pemberian sembako merupakan kebiasaan ketika bersilaturahmi dengan warga. “Sayangnya ini bertepatan dengan momentum politik, jadinya disalah artikan,” ungkap Suhendra.