CIANJUR – Para petani Kolam Jaring Apung (KJA) Waduk Cirata-Jangari bisa bernafas lega hingga beberapa waktu ke depan. Pasalnya, penertiban KJA akan dikaji ulang agar lebih tetap sasaran dan sesuai komitmen, dimana untuk awal-awal hanya kolam yang tidak produktif yang akan ditertibkan.
Kesepakatan tersebut didapat setelah, ribuan petani Kolam Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata terutama yang berada di kawasan Jangari mengepung Gedung DPRD Kabupaten Cianjur, Rabu (14/11). Mereka mendesak anggota Dewan Cianjur menyuarakan aspirasi petani untuk menghentikan dan menolak penertiban KJA.
Hal dari audiensi yang berjalan alot di ruang rapat gabungan DPRD Kabupaten Cianjur tersebut membuat ribuan petani KJA bergemuruh memanjatkan syukur di depan Gedung DPRD Kabupaten Cianjur. Walaupun hanya dihentikan sementara, setidaknya KJA yang masih aktif kini dapat dioperasikan lagi.
“Dari hasil audiensi, keputusannya tetap ada penertiban tapi hanya untuk KJA yang mangkrak/tidak aktif. Sudah ada petisi yang dibuat, akan disampaikan kepada pemerintah provinsi,” ujar Perwakilan Petani KJA Cirata Edi Supiandi, Rabu (24/11).
Dia mengatakan, petani mengharapkan ada pembahasan mengenai kuota secara lebih lanjut bersama Pemprov Jabar. Menurut dia, pemangkasan dari sekitar 77 ribu menjadi 5.000 KJA dirasa tidak akan mampu mengakomodir kebutuhan ribuan petani setempat. Menurut dia, idealnya disediakan sekitar 12 ribu KJA untuk seluruh petani.
Selain itu juga, Edi juga menyoroti proses eksekusi yang berjalan sejak pertengahan 2018 kerap kali tidak sesuai komitmen dimana KJA aktif pun ikut ditertibkan. Akhirnya, beberapa petani kehilangan lahan mereka meskipun tidak termasuk ke dalam area yang ditertibkan.
“Makanya kami selalu meminta eksekusi dihentikan saja, karena berkaitan dengan nasib kami. Bukan kami bermaksud melawan aturan pemerintah, kami siap dibina tapi tolong perjelas nasib kami,” ujar dia.
Edi mengungkapkan, Waduk Cirata sudah menjadi lapangan pekerjaan yang menjanjikan bagi mereka. Mayoritas petani maupun warga, terbantu mulai dari aspek sosial ekonomi maupun SDM di lapangan. Kalaupun harus beralih profesi, sebaiknya ada pertimbangan tempat usaha bagi petani. Tak hanya itu, Edi menilai, pelatihan pun segera diberikan kepada para petani jika sewaktu-waktu mereka harus alih profesi secara permanen.