Menurut dia, turunnya harga kedelai impor diakibatkan pembelian oleh Cina yang rendah mengingat pajak tinggi yang diterapkan oleh Amerika pada mereka. “Tapi kami tidak tahu ini akan bertahan sampai kapan, kalau kebutuhan mulai naik lagi dan nilai tukar rupiah masih lemah, maka dipastikan perajin dan produsen tahu tenpe akan sangat kesulitan produksi,” kata dia.
Dia pun memaparkan jika di samping harga kedelai yang naik, ada beberapa faktor yang membuat perajin dibuat repot untuk produksi. “Seperti biaya produksi dan bahan lainnya, itu juga mempengaruhi. Makanya kami terus koordinasi dengan para perajin di Cianjur,” kata dia.
Pedagang grosiran kacang kedelai di Pasar Cipanas blok A/64 H Iwan, mengatakan, kenaikan dolar saat ini tak berimbas besar bagi dirinya. Seperti harga kacang kedelai yang ia jual saat ini merupakan produk luar negeri seperti negara Amerika. Menurutnya, sudah satu pekan lamanya ia menjual harga kacang kedelai tersebut Rp 7.500 per kilogram yang sebelumnya hanya Rp 7.300 per kilogram.
“Bagi pedagang seperti kami ini tidak ada imbas yang begitu besar seperti berita diluaran,” kata dia, kemarin.
Iwan mengatakan, untuk satu karung harga kacang kedelai tersebut kisaran Rp 375 ribu per 50 kilogram. Apabila ada pemesan yang ingin diantar ke lokasi harganya naik Rp 100 dari per setiap kilogramnya. Artinya dari harga sebelumnya Rp 7.500 per kilogram menjadi Rp 7.600. “Sudah seminggu ini masih tetap normal, tidak ada imbas yang dirasakan,” katanya.
Iwan mengatakan, saat ini para pedagang tahu dan tempe di pasar cipanas pun justru biasa-biasa saja. Tak ada kepanikan yang terjadi terhadap para pedagang tersebut, bahkan menurut informasi saat ini harga tahu per satu kantongnya masih Rp 4 ribu. “Saya dengar para pedagang tahu dan tempe juga tak ada yang mengeluhkan tentang kenaikan dolar, jadi biasa saja,” ungkapnya. (mg2/yhi)