Ruang Kelas Mirip Kandang Ayam, Gurunya Digaji Rp 150 Ribu per Tahun (2)

Ruang Kelas Mirip Kandang Ayam, Gurunya Digaji Rp 150 Ribu per Tahun (2)
BERJUANG: Para siswi SDN Datarmuncang ketika perjalanan menuju sekolahnya. (REDDY MUHAMMAD DAUD/CIANJUR EKSPRES)
0 Komentar

Rastini, 9; Kerini; 11, dan Nadia, 11, tiga dari belasan siswa SDN Datarmuncang yang sangat tangguh dari Kampung Pasirtarisi RT 02/RW 12, Desa Malati, Kecamatan Naringgul. Saat menuju sekolah nyawa taruhannya. Mereka harus berjalan kaki sejauh 4 kilometer melewati hutan lebat penuh hewan buas, dan tanah longsor yang mengintainya. Simak penelusurannya!
REDDY MUHAMMAD DAUD, Naringgul
MENDAKI gunung, lewati lembah. Kata itu mungkin tepat untuk belasan siswa SDN Datarmuncang yang tinggal di Kampung Pasirtarisi saat menuju sekolahnya. Mereka harus menempuh jarak 4 kilometer dengan lama perjalanan sekitar 2 jam. Dan Gunung Ujungjaya dan Pogor harus mereka daki.
Sungguh sangat berat perjalanan mereka setiap harinya. Pukul 04.30 Wib sesudah salat Subuh mereka mulai bersiap. Biasanya, mereka saling menunggu siswa lainnya di ujung gang untuk berangkat bersamaan.
Meski sedang berpuasa, tak mengurungkan semangat mereka untuk menimba ilmu. Seperti Rastini, 9, siswi kelas III SDN Datarmuncang. Dia mengaku sedang tidak enak badan. Di keningnya ditempeli koyo untuk meringankan sakit kepalanya, karena dia harus tetap sekolah.
Tepat pukul 05.00 Wib, Rastini bersama temannya mulai berangkat. Hanya beralaskan sandal jepit, mereka mulai menuruni Gunung Ujungjaya. Turunannya sangat terjal, jalan setapak hanya batu dan tanah merah, licin.
Meski langkah kaki mereka tak sekokoh orang dewasa, namun langkah-langkah kecilnya itu mampu menaklukan medan jalan yang sangat terjal. Padahal, di sebelah kanan mereka jurang yang sangat dalam. Mungkin ratusan meter.
Sebab, setiap turunan dan tanjakan jaraknya lebih dari 1 kilometer. Bisa dibayangkan, bagaimana sulitnya perjalanan mereka, penuh perjuangan. Belum lagi, hewan buas seperti macan yang konon masih berkeliaran di sekitar gunung tersebut.
Tak hanya itu, tebing-tebing yang menjulang tinggi di sebelah kiri mereka. Tanah longsor pun mengintainya. Di tengah perjalanan keringat mereka bercucuran membasahi muka. Langkahnya terkadang terhenti, lelah. Namun perjalanan masih jauh.
Setelah melewati jembatan gantung reyot sepanjang 16 meter yang membentang di atas Sungai Cipandak, mereka pun harus melewati tanjakan tajam (lagi) Gunung Pogor. Mungkin jaraknya lebih dari 1 kilometer.
“Setiap hari kalau mau sekolah harus bolak-balik lewat sini, jalan kaki. Capek sih, tapi harus sekolah,” kata Rastini sambari mengusap keringat di wajahnya dengan jilbab.

0 Komentar