PMI Asal Cijati Meninggal di Kamboja, Keluarga Lapor Polisi

ilustrasi PMI
ilustrasi: Freepik
0 Komentar

CIANJUR, cianjurekspres – Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kampung Cibodas, Desa Cibodas, Kecamatan Cijati, Muhamad Abdul Fatah (20) dinyatakan meninggal dunia pada Senin (13/11/2023) lalu di rumah sakit di Phnom Penh, Kamboja.

Pihak keluarga pun melaporkan dua orang agen penyalur tenaga kerja yang diduga ilegal, yakni AS dan R, dengan dugaan tindak pidana penjualan orang (TPPO) ke Polres Cianjur pada Minggu (19/11/2023).

Kuasa hukum keluarga korban, Ali Hildan mengungkapkan, awalnya korban diiming-imingi kerja kantoran di luar negeri oleh R yang masih tetangga korban. Dijanjikan gaji 700 USD per bulan, korban pun mengiyakan.

Baca Juga:Panji Sakti Hipnotis Ratusan Pecinta Musik CianjurGelar FGD Peringatan Dini Bencana, PVMBG Perkenalkan Portal MBG

“Jadi si R ini menawarkan pada korban untuk kerja kantoran di Thailand. Si R ini tidak menyebutkan kerja pastinya seperi apa, atau pun bekerja di perusahaan mana. Tapi karena R ini masih tetangga, lalu gajinya besar dan tidak dibebankan biaya apapun, korban dan kelurga pun mengiyakan,” kata Ali Hildan.

Pada 25 Mei 2023 korban pun diberangkatkan ke luar negeri. Tapi bukan ke Thailand, melainkan ke Kamboja. Pihak keluarga sempat mempertanyakan mengapa korban berangkat ke Kamboja, bukan ke Tahiland sesuai perjanjian. Namun, R berdalih jika Kamboja adalah ibukota Thailand.

“Keluarga sempat bertanya pada R soal keberangkatan korban ke Kamboja, tapi R bilang kalau Kamboja itu ibukota Thailand,” ujar Ketua Astakira Pembaharuan Cianjur itu.

Selama dua bulan bekerja di Kamboja atau pada Juni hingga Juli 2023, korban disebutkan sempat mengirimkan uang ke keluarganya di kampung, totalnya sampai Rp 20 juta. Namun dua bulan setelahnya atau pada Agustus hingga September 2023, korban mulai mengeluhkan kondisi kesehatannya.

“Mulai dari situ pihak keluarga merasa cemas dan meminta pada R agar korban bisa dipulangkan. Tapi menurut R, korban tidak bisa dipulangkan sebelum ada perjanjian pemutusan kontrak dan harus membayar Rp 20 juta,” jelas Hildan.

Setalah itu, korban pun dikabarkan kerap mendapatkan ancaman. Jika tak menyerahkan uang yang dimaksud, korban akan dijual ke negara Laos. Disebutkan, korban harus bisa mencapai target pekerjaan, meskipun pihak keluarga tidak tahu apa pekerjaan korban.

0 Komentar