CIANJUREKSPRES – Sebagai lambang negara Indonesia, burung garuda konon terinspirasi dari elang Jawa. Itu sebabnya, peringatan hari lahir Pancasila tiap tanggal 1 Juni orang selalu ingat burung garuda yang membentangkan sayapnya dan menoleh ke kanan.
Bagaimana muasal garuda bisa menjadi lambang negara sih?
Mengenal Lambang Negara Indonesia
Setelah Elang Jawa melahirkan anaknya, maka tugas kita selain melindungi dan melestarikannya adalah mengenal lebih dekat sosok satwa yang menjadi lambang negara Indonesia.
Ketetapan Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia itu sejak 1950. Sebagai lambang negara, burung Garuda menggambarkan burung yang sedang menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda) dan kedua kakinya mencengkeram pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca Juga:Rekomendasi Tempat Wisata saat Libur Idul Adha 2023Keelokan Puncak Guha Garut, Tebing yang Memukau Hati
Jika melihat dari sejarah, masyarakat nusantara sudah sejak lama mengenal sosok Burung Garuda. Bahkan jauh sebelum negara Indonesia berdiri, warganya sudah mengenal Garuda lewat cerita pewayangan.
Dalam agama Hindu dan Buddha, Garuda adalah salah satu dewa dan mendapat julukan raja burung yang berasal dari keturunan Kasyapa dan Winata, salah seorang putri Daksa merupakan musuh bebuyutan para ular. Burung perkasa ini merupakan tunggangan Dewa Wisnu (salah satu Trimurti atau manifestasi bentuk Tuhan dalam agama Hindu). Garuda memiliki gambaran seperti bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah. Paruh dan sayapnya mirip elang, tetapi tubuhnya seperti manusia, ukurannya besar hingga dapat menghalangi matahari. Kisah sang Garuda tertulis dalam kitab Mahabharata dan Purana yang berasal dari India.
Lahirnya Garuda
Lahirnya Garuda sebagai lambang negara adalah sejak 10 Januari 1950 ketika membentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara. Panitia teknis ini mempunyai koordinator yaitu Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk memilih dan mengajukannya kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku ‘Bung Hatta Menjawab’ untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya pemerintah dan DPR menerima rancangan Sultan Hamid II dan menolak Karya M Yamin karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.