CIANJUREKSPRES – Sekolah Dari Jam 5 Pagi??NTT Buat Banyak Orang Heboh
Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) di kritik perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) karena menrencanakan jam masuk sekolah peserta didik setingkat SMA di NTT dimajukan menjadi pukul 05.00 WITA.
Setelah Satriwan Salim melihat dan menilai keputusan yang di buat nya itu tersebut, Tampak tidak melalui kajian akademis terlebih dulu. Menurut ia wacana itu jelas melanggar asas penyediaan informasi dan partisipasi publik. Selain itu, kebijakan tersebut malah akan diejek negara lain.
“Masuk sekolah pukul 5 pagi sepertinya akan menjadi kebijakan masuk sekolah terpagi di dunia. Kebijakan yang akan ditertawakan oleh komunitas pendidikan internasional nantinya,” Katanya.
Baca Juga:Kartu Prakerja Gelombang 49Ajib Bangettt! Cuma Modal KTP Dapet Limit Gede!!
Beliau juga menilai bahwa keputusan ini tidak memiliki keeratan dengan capaian kualitas pendidikan di NTT.
Padahal masalah pendidikan di NTT ini sangat banyak, di antaranya adalah (IPM) NTT peringkat ke 32 di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2021.
Kemendikbudristek menurutnya juga melaporkan banyak kelas di sekolah dalam kondisi tak layak di tempati. Juga 66 persen SD belum dan berakreditasi C, 61 persen SMP belum dan berakreditasi C, serta 56 persen SMK belum dan berakreditasi c.
Lalu ribuan guru honorer di NTT itu diberi gaji jauh di bawah UMK/UMP. NTT juga menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi sebesar 37,8 persen berdasarkan data Kemenkes per 2021.
Mestinya kebijakan pendidikan pemprov fokus saja pada masalah yang esensial dan pokok di atas. Bisa dikatakan Pemprov NTT menggaruk yang tidak gatal,” kata dia.
Satriwan juga menganalisis rencana kebijakan itu sangat tidak ramah anak, orang tua, dan guru. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib para murid maupun guru yang minim sarana transportasi umum termasuk minim penerangan lampu jalan saat harus berangkat sekolah di pagi buta.
Dalam laporan, kondisi pukul 05.00 WITA di NTT justru masih sepi aktivitas masyarakat dan suasana masih gelap. Sehingga berpotensi menciptakan tindak kriminalitas atau rentan faktor keamanan pada peserta didik da