Cantik memiliki rupa fisik yang buruk, bahkan sedari ia baru lahir. Kulitnya hitam legam, hidungnya tidak tampak seperti hidung manusia, orang-orang yang melihatnya akan merasa ngeri. Namun, bagai sebuah ironi, Dewi Ayu menamainya Cantik.
Tidak lama setelah melahirkan anak keempatnya, si Cantik, Dewi Ayu meninggal. Namun, ia bangkit dari kematiannya dua puluh satu tahun setelah ia dikuburkan. Kebangkitannya menguak kutukan dan tragedi keluarga, yang terentang sejak akhir masa kolonial.
Eka Kurniawan menuliskan novel ini dengan alur yang maju mundur, dengan berbagai kompleksitas konflik yang berbeda, dan menyajikan beberapa tokoh yang memiliki peran besar. Jadi, tidak ada satu tokoh sentral dalam kisah Cantik Itu Luka.
Baca Juga:24 Januari Hari Pendidikan Internasional, Chek SejarahnyaIndra Bekti Pulang dari Rumah Sakit, Begini 6 Faktanya Kepulangannya
Eka Kurniawan dalam Novel Cantik Itu Luka mengangkat kisah di masa penjajahan hingga paska kemerdekaan Indonesia. Jadi, cerita dalam novel ini melalui empat masa, yaitu masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, dan masa setelah kemerdekaan.
Meskipun novel ini merupakan novel fiktif, Eka Kurniawan menyelipkan nilai-nilai sejarah yang nyata di balik kisah fiktif tersebut. Para pembaca dapat menjadikan novel ini sebagai salah satu media untuk belajar sejarah, yang berbentuk karya sastra.
BACA JUGA : Sinopsis Buku Senja dan Pagi, Perjalanan Cinta dengan Mimpi yang Sama
Kesimpulan
Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, dapat ditarik kesimpulan secara umum, bahwa novel Cantik Itu Luka benar-benar merupakan refleksi sosial praktik pelacuran pada masa penjajahan Jepang. Novel CIL merupakan novel yang membahas persoalan kehidupan masyarakat pada masa penjajahan.