BEGITU sering saya membaca berita serius ini: perusahaan asing di Hong Kong pindah ke Singapura. Pun di masa pandemi kemarin.
Alasannya: tidak ada demokrasi lagi di Hong Kong. Tentu ada alasan lain: sentimen ke Tiongkok. Bukankah di Singapura juga tidak ada demokrasi?
Sentimen itu bertambah-tambah menjelang Pemilu di Hong Kong. Tanggal 8 Mei lalu. Masih bertambah juga setelahnya.
Baca Juga:Uu Ruzhanul Ulum Lantik Dani Ramdan sebagai Penjabat Bupati BekasiSekda Jabar: Sosialisasi Promosi Kesehatan Penting Dilakukan Konsisten
Yang terpilih di Pemilu barusan adalah John Lee. Musuh Amerika. Ia termasuk orang pertama yang dijatuhi sanksi Amerika. Di samping 9 pemimpin Tiongkok/Hong Kong lainnya.
Tapi John Lee aman.
Kredit rumahnya sudah lunas. Sejak beberapa tahun lalu. Tidak ada lagi urusan dengan bank.
Latar belakang John Lee membuat aktivis demokrasi di Hong Kong kecewa. John Lee adalah polisi tulen. Ia sudah masuk kepolisian di umur 20 tahun. Itu karir pertamanya. Selamanya.
Baru tahun lalu John Lee diangkat menjadi sekretaris negara Hong Kong. Oleh pemimpin Hong Kong yang Anda sudah kenal: Carrie Lam. Tentu, setelah ada lampu hijau dari Beijing.
Lampu hijau untuk John Lee itu sebenarnya sekalian menjadi lampu merah untuk Carrie Lam. Dan wanita ini tahu diri. Dia tidak ngotot maju lagi memperpanjang periode kepemimpinannyi.
Carrie Lam sial banget. Dua tahun masa kepemimpinannyi disibukkan oleh demo pro-demokrasi. Kian hari kian besar. Jadi arus utama di Hong Kong. Lalu berdarah-darah.
Demo itu akhirnya reda. Dengan sendirinya. Tapi yang meredakannya adalah bencana: Covid-19.
Maka dua tahun BERIKUTNYA Carrie Lam hanya sibuk dengan Covid.
Selengkapnya BACA DISINI