Nasib Terawan

Presiden Irpin
ilustrasi disway.(net)
0 Komentar

Bukan organisasi dokter.

Saya tidak tahu apakah sudah ada yang mempersoalkan ”monopoli” IDI itu secara hukum. Tapi, harus diakui: IDI adalah organisasi profesi yang paling ketat mengontrol anggotanya. Yang terketat. Organisasi wartawan begitu longgar. Pun organisasi advokat.

Pelanggaran etika wartawan dan etika advokat begitu banyak.

Padahal, sebuah profesi tanpa pengawasan kode etik sangat bahaya.

Salah satu kriteria sebuah pekerjaan bisa disebut profesi adalah: apabila pekerjanya memiliki otonomi untuk melakukan atau tidak melakukan.

Seorang dokter harus memutuskan sendiri obat apa yang harus diberikan ke pasien. Berdasar ilmu yang mereka kuasai. Dokter tidak bisa didikte siapa pun dalam mendiagnosis dan memberikan obat.

Baca Juga:Atalia Hadiri Penutupan Turnamen Sepak Bola U-10Kelompok Usaha Ini Sulap Daun Pandan Jadi Kerajinan, Pemberdayaan UMKM Binaan BRI Semakin Berkembang

Wartawan seharusnya juga begitu. Ia punya otonomi untuk menulis apa pun atau tidak menulis apa pun. Bukan karena disuruh atau dilarang oleh siapa pun —termasuk oleh penguasa dan pemilik amplop: tepatnya pemilik isi amplop.

Pun pengacara: semestinya membela yang ia anggap benar dan keadilan harus ditegakkan —apa pun risikonya.

Dokter, menurut pengamatan saya, adalah yang paling tinggi kadar ketaatan pada kode etiknya. Dan IDI mengontrolnya dengan ketat —lewat dewan etiknya.

Saya sering melontarkan tantangan: ayo buka-bukaan. Dalam satu forum profesi.

Temanya: siapa di antara organisasi profesi yang paling rusak —yang pelanggaran kode etiknya paling parah. Itu sebagai bagian dari misi agar para pekerja profesi lebih taat pada kode etik mereka.

Terjadinya pelanggaran etika di berbagai profesi jelas: karena uang. Atau jabatan. Atau fasilitas. Dan ini bagian yang sangat memalukan dari sebuah profesi.

Tapi, ini dia: pelanggaran etika yang dilakukan Terawan tidak ada hubungannya dengan uang atau jabatan atau fasilitas. Itu murni masalah keilmuan —mengerjakan menyembuhkan di luar ilmu kedokteran.

Maka, Terawan tidak perlu malu dipecat dari IDI. Pun kalau salah —dalam Islam— ia masih harus dapat pahala.

Baca Juga:Rara MandalikaDisnakertrans Catat 163 WNA Bekerja di Cianjur

”Salah” di situ bisa dibuktikan dengan jatuhnya korban —saya dua kali menjalani cuci otak: baik-baik saja. Saya dan banyak relawan mendapatkan VakNus —alhamdulillah, Anda sudah tahu, baik semua. (Dahlan Iskan)

0 Komentar