Setahun Lebih Belajar Daring, Abah Ruskawan: Yang Jadi Korban Tidak Hanya Siswa, Melainkan Guru dan Orangtua

Setahun Lebih Belajar Daring, Abah Ruskawan: Yang Jadi Korban Tidak Hanya Siswa, Melainkan Guru dan Orangtua
Ilustrasi belajar daring.(foto/net)
0 Komentar

Cianjurekspres.net – Selain ekonomi dan kesehatan, pandemi Covid-19 juga berdampak terhadap sektor pendidikan, khususnya di Kabupaten Cianjur. Setahun lebih sudah kegiatan belajar mengajar dari mulai TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi dilakukan secara online (daring).

Bukan hanya anak, imbas pembelajaran daring juga dirasakan para orangtua dan guru. “Yang jadi korban tidak hanya siswa, melainkan guru, dan juga para orang tua. Ibaratnya, jalan saja bisa ditutup apalagi ini kegiatan belajar mengajar,” kata Pengamat Pendidikan Kabupaten Cianjur, Abah Ruskawan, Senin (26/7) dilansir dari Harian Cianjur Ekspres.

Menurutnya, tidak hanya siswa akan tetapi kalangan guru yang ilmu teknologinya lemah sangat terganggu. Terlebih belajar melalui daring ini kurang lebih sudah berjalan satu tahun setengah. Bahkan karakter anak menjadi sulit untuk dikendalikan. Sehingga hasil dari proses belajar secara daring tersebut sangat tidak maksimal.

Baca Juga:Tanpa AsapAMS Cianjur Salurkan Bantuan Sembako Bagi Warga Terdampak Covid-19

Abah Ruskawan mengatakan, program kegiatan belajar dari pemerintah juga dinilai tidak sepenuhnya dan seolah hanya setengah hati. “Jangankan yang di pesisiran, yang tinggal di wilayah kota saja terkadang susah sinyal internet apalagi mereka yang tinggalnya di pelosok sana,” katanya.

Abah mengatakan, dengan adanya belajar daring tentunya ada tidak keadilannya dari pemerintah. “Kenapa saya bilang ada yang tidak adil kebijakan pemerintah, pada saat Pemberlakuan Sosial Bersekala Besar (PSBB) maka pemerintah membolehkan toko-toko, mall buka. Sedangkan untuk sekolah sendiri ditutup,” kata Abah yang juga sebagai anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Cianjur terpilih ini.

Menurutnya, jika penerapan belajar dilakukan secara tatap muka bisa saja dilakukan namun tentunya menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

“Sekarang kalau jumlah siswa ini dalam satu kelas ada 40 siswa, bisa diisi dengan 10 orang siswa. Yang nantinya bisa bergiliran,” paparnya.

Abah mengatakan, saat ini yang terjadi bukan pelajaran tapi pengajaran atau transfer ke ilmuan. “Apalagi kalau guru-gurunya jadul, minim pengetahuan teknologi yang hanya bisa memberikan pertanyaan dan tugas melalui pesan WhatsApp,” katanya.

Abah mengatakan, bukan lagi membicarakan efektif atau tidak efektif akan tetapi saat ini kegiatan belajar mengajar ini sudah tidak efisien. “Jadi, bukan lagi tidak efektif, melainkan tidak efisien,” jelasnya.

0 Komentar