Maka fokus saja dulu di keamanan dan efektivitas. Lihatlah dengan jernih dan dengan kepentingan bangsa.
Uji coba fase 1 (sudah berlangsung) dan uji coba fase 2 (kini hampir selesai). Apakah tidak sebaiknya dicermati saja itu hanya untuk dua hal pertama dulu itu.
Sedang tiga hal terakhir akan kita pertanyakan secara detail kelak. Setelahnya.
Baca Juga:KPK Terima 86 Laporan Gratifikasi Ramadan dan Idul Fitri Senilai Rp198 JutaPengikut Aliran Sesat di Cianjur Bertaubat, Menangis Histeris dan Sujud di Kaki Orangtua
Misalkan: hasil uji coba fase 1 dan 2 terbukti gagal. Maka kelompok yang kedua itu tidak perlu lagi dibicarakan. Kan sudah gagal. Energi kita bisa lebih kita hemat.
Lalu, misalkan hasilnya tidak membahayakan. Tidak ada yang meninggal. Atau ada yang sampai masuk rumah sakit.
Misalkan juga: hasil uji coba fase 1 dan 2 ternyata efektif –bisa melahirkan imunitas. Angkanya bisa diukur secara pasti di laboratorium.
Maka, vaksin nusantara itu jangan diizinkan dulu. Kita bicarakan dulu persoalan kedua. Tanpa menyebut-nyebut lagi kelompok pertama. Khusus kita diskusikan tiga hal yang terakhir itu.
Untuk kelompok kedua itu yang menguji bisa BPOM, bisa juga kementerian kesehatan. Mengapa tidak harus BPOM lagi?
Tiga hal terakhir itu sudah bukan semata-mata soal obat. Itu sudah tercampur urusan industrial dan bisnis. Pemerintahlah yang lebih tepat membahasnya –meski bisa juga BPOM.
Tapi kalau menurut prosedur itu adalah urusan BPOM ya sudah. Silakan BPOM melakukannya. Mungkin prosedurnya saja yang perlu ditinjau. Disesuaikan dengan situasi kedaruratan. (*)