Itulah yang kemarin dilakukan Letnan Jenderal (Purn) Sudi Silalahi. Ia memang punya cerita tersendiri terkait dengan Terawan.
Waktu itu Terawan masih berpangkat mayor. Dinasnya di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Sudi sudah berpangkat mayor jenderal. Jabatannya: sekretaris Menko Polhukam.
Itu tahun 2008.
Suatu saat Sudi lagi cek kesehatan ke RSPAD. Di situ bertemulah dokter Terawan yang masih berpangkat mayor. Itulah perjumpaan pertama mereka secara langsung.
Baca Juga:Vaksinasi Tetap Dilanjutkan Selama RamadanKemenag Tetapkan 1 Ramadan 1442 H Jatuh pada Selasa 13 April 2021
Dalam perjumpaan itu, Mayor Terawan curhat ke Sudi: minta dibelikan alat untuk DSA. “Saya punya keahlian di bidang itu, tapi tidak ada alatnya,” ujar Terawan seperti yang diingat Sudi.
“Pak Terawan menjelaskan betapa pentingnya alat itu. Cara menjelaskannya bagus dan mudah dipahami. Tapi saya ya tetap tidak mengerti,” ujar Sudi merendah.
Kepada Terawan, Sudi menjelaskan bahwa ia bukan pejabat yang punya wewenang mengadakan alat itu. “Wewenang mengusulkan pun tidak punya,” ujar Sudi.
Tapi Sudi mengatakan akan berusaha membantu Terawan.
Sudi pun lantas menemui Kepala Staf Umum TNI Letjen Supriadi. Yang ditemui juga tidak bisa memberikan janji apa pun –kecuali sebatas akan mengusahakan untuk mengusulkan. “Jangan harap empat tahun sudah berhasil,” ujar yang ditemui Sudi.
Belakangan Sudi pun sudah lupa soal itu. Kesibukan lain begitu banyak. Apalagi Sudi lantas pensiun dari dinas militer.
Empat tahun kemudian Sudi menjadi sekretaris kabinet. Sedang Terawan tetap di RSPAD dan pangkatnya pun masih tetap mayor. Saat itulah si mayor menghadap sang menteri.
“Ternyata ia menghadap untuk minta saya me-launching program DSA di Gatot Subroto. Saya kaget, karena sebenarnya saya sendiri sudah lupa,” ujar Sudi.
Baca Juga:Menaker Terbitkan Surat Edaran Pemberian THR 2021Sehari Jelang Ramadan, Harga Daging Ayam dan Sapi di Cianjur Kembali Naik
Sudi menolak. Sudi merasa bukan wewenangnya untuk melakukan yang bukan bidangnya. Tapi Terawan ngotot. Terawan mengingatkan alat itu ada karena jasa Sudi Silalahi.
Sudi tetap menolak.
Akhirnya terjadi kompromi: tidak perlu ada launching. Langsung saja jalan. Sudi mau jadi pasien pertama yang menggunakan alat DSA itu.
Seminggu kemudian Sudi ke RSPAD. Untuk menjalani pemeriksaan awal. Saat itulah diketahui ada benjolan di pembuluh darah otak Sudi.