Cianjurekspres.net – Semua vaksin maupun obat pasti memiliki efek samping. Sehingga merupakan wajar apabila masyarakat mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) usai menerima vaksin COVID-19. Tubuh memberikan respons terhadap vaksin jika terjadi demam, pegal atau badan lemas.
“Risiko itu selalu ada. Tapi yang dilihat ketika mau diedarkan atau tidak, rasio risiko terhadap efek yang bagusnya. Kalau obat mengobati, kalau vaksin mencegah,” kata Virologis dan Dosen Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Aluicia Anita Artarini dilansir dari FIN, Senin (29/3).
Dia menjelaskan vaksin dapat diedarkan jika dalam proses pengujian memiliki manfaat yang lebih besar daripada efek sampingnya. “Jadi selama efek mencegahnya lebih besar, dari segi regulasi pasti lebih dibicarakan,” imbuhnya.
Baca Juga:Kemenkes Jaga Ketersediaan Pasokan Vaksin Covid-19 di April 2021Pajak Baru
Rasa pegal, demam, lemas, sakit kepala adalah efek samping yang wajar. Tidak hanya pada vaksin COVID-19. Jenis vaksin lain pun memiliki KIPI yang tidak jauh berbeda.
“Kalau pegal atau pegal linu itu artinya tubuh merespon. Kalau divaksin itu, tubuh itu harus membuat antibodinya. Supaya kalau nanti virus patogennya masuk, seseorang tidak sakit,” jelas Anita.
Dia menegaskan vaksin COVID-19 yang sudah beredar termasuk AstraZeneca telah melakukan beberapa tahapan uji klinis. Dalam melakukan pengujian bukan mencari efek sampingnya. Melainkan aman atau tidaknya digunakan untuk manusia.
“Kalau vaksin tidak aman, tidak akan diizinkan beredar. Jadi banyak yang menjalani uji klinis. Nah, uji klinis itu pertama yang dijalani bukan mengetahui efeknya. Tetapi aman atau tidak. Kalau vaksinnya tidak aman tidak boleh lanjut ke uji klinis fase 3 untuk cek efikasi. Karena yang dilihat adalah aman atau tidak. Begitu aman cek untuk efikasi,” pungkasnya.(fin/hyt)