Sayangnya, salah satu pemilik agen abal-abal tersebut belum bisa dihubungi melalui telepon seluler untuk konfirmasi. Bahkan di Kecamatan Pagelaran, terdapat agen e-Warong yang diduga juga mengelola pasokan sembako non-beras atau menjadi penyalur.
Kondisi seperti itu sudah terjadi sejak lama dan agen e-Warong abal-abal masih bisa beroperasi dengan bebas. Monitoring dan evaluasi yang kerap dilakukan pemerintah pun tidak membuat e-Warong abal-abal ini berhenti beroperasi.
Tak hanya itu, aksi unjuk rasa yang dilakukan beberapa aktivis dan LSM sejak awal tahun hingga Agustus 2020 untuk menyampaikan aspirasinya soal keberadaan e-Warong abal-abal juga tak kunjung ditertibkan. Semua terkesan dibiarkan seperti tidak terjadi apa-apa.
Sebelumnya, LSM Gabungan Gerakan Masyarakat Bongkar Korupsi (Gagak) Kabupaten Cianjur menuntut agen e-Warong abal-abal ditutup berikut seluruh Koordinator Forum Agen E-Warong dibubarkan. Pasalnya, selain rawan terjadinya tindak pidana korupsi pada Program Sembako 2020, forum juga diduga untuk dijadikan alat politik oleh incumbent pada Pilkada tahun ini.
Koordinator aksi, Tirta Jaya Pracusta, mengatakan, ada sebanyak 727 agen e-Warong di Kabupaten Cianjur dan masih banyak agen yang tidak sesuai kriteria Pedoman Umum (Pedum) yang belum dibereskan. Agen-agen abal-abal itu belum ditutup, seperti toko emas, bengkel, konter handphone, toko, dan funiture, dan lainnya.
“Padahal kami sudah pernah melaporkan agen e-Warong yang tidak sesuai kriteria agar segera dibereskan. Bahkan, laporan tersebut sudah pernah dilayangkan pada awal tahun ketika ada penambahan saldo dari Rp110 ribu menjadi Rp150 ribu. Lalu ada penambahan lagi Rp200 ribu per KPM (keluarga penerima manfaat), tapi sampai sekarang masih saja tidak ada perubahan soal agen e-Warong abal-abal, mereka masih beroperasi,” kata dia kepada Cianjur Ekspres, belum lama ini.
Berdasarkan informasi dari sumber dugaan tersebut di perkuat adanya temuan serta berbagai kejanggalan dan diduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mengambil keuntungan serta melakukan penyimpangan dana milik para KPM. Keberadaan e-Warong abal-abal ini juga disinyalir atau diduga hanya untuk menggelapkan dana milik KPM.
Maka dari itu, sesuai perannya dalam Tindak Pidana Korupsi yang tertuang dalam pasal 41 ayat (1) Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang Undang ini telah mengamanahkan secara tegas kepada masyarakat agar kiranya berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.