BANDUNG – Pemulihan kondisi Kawasan Bandung Utara (KBU) yang dinilai ini sedang kritis oleh stakeholders Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar), akhirnya membuka forum diskusi di Lobi Museum Gedung Sate dengan tema ‘Pemulihan Fungsi Lahan Kawasan Bandung Utara’.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, Hortikultura Hendy Jatnika menjelaskan, KBU memasuki fase kritis sebagai dampak pembangunan yang bergeser ke wilayah atas seiring pertumbuhan penduduk di Cekungan Bandung. Selain untuk perumahan, kawasan komersial, serta lahan pertanian, KBU pun dipergunakan untuk aktivitas pertambangan.
“Status lahan menjadi kendala dalam pemulihan. Pemprov Jabar relatif mudah memulihkan lahan atas milik warga setempat. Namun berbeda ketika harus warga yang bukan asli setempat tapi memiliki banyak lahan di KBU,” ujar Hendy, di forum Jabar Punya Informasi (Japri), Rabu (11/12/2019).
Di sektor pertanian, lanjunya, saat ini ada 14.600 hektare lahan kritis di KBU. Sementara di sektor kehutanan 3.500 hektare lahan kritis. Sementara tidak terhitung lahan untuk permukiman dan kawasan komersial.
“Dulu tahun 80-an tidak ditemukan ada pertanian di lereng gunung, tapi dengan penduduk yang bertambah banyak, pertani terdesak ke lereng gunung. Ini karena desakan kita juga. Kita makan sambal, cabainya berasal dari hasil pertanian tidak ramah lingkungan,”bebernya.
Menurutnya, tantangan terberat saat ini ialah mengubah mindset petani yang tua agar menghentikan pola tanam yang salah. Petani di KBU tidak memiliki kearifan lokal yang bersifat memuliakan alam, tidak seperti di Panyaweuyan, Kabupaten Majalengka, di mana lahan sayur di sana menggunakan teknik terasering bangku.
“Kalau di KBU itu tidak ‘ngais pasir’ dan ‘gelar kampak’. Ngais pasir itu sejajar kontur tidak boleh motong kontur tanah, gelar kampak permukaannya menjorok ke dalam, jadi air tidak tumpah ke bawah,” kata Hendy.
Para petani KBU, lanjut Hendy, tidak menyukai pola tanam terasering karena tidak memiliki biaya untuk membuatnya. Biaya untuk membuat terasering bangku di atas lahan 1 hektare dengan tingkat kemiringan 30 derajat dibutuhkan sekitar Rp40-50 juta.
“Petani tidak mampu, makanya mereka meminta bantuan ke Pemdaprov Jabar. Tapi kita tidak dapat memberikan begtu saja. Yang dapat kita berikan adalah model terasering yang seharusnya dilakukan, ini lho seperti ini. Tahun depan insyallah ada 20 hektare model terasering di Cimenyan, sudah ada warga yang mau,” jelas Hendy.