“Pernah diminta jadi kuli bangunan saja, soalnya bayaran kuli bangunan lebih besar dari upah menjadi guru honorer. Tapi karena sudah menjadi kecintaan saya di bidang pendidikan, saya tetap mengajar,” kata dia.
Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, Saepudin memilih berjualan balon. Hal itu dia lakoni sejak memiliki anak, yakni pada 1997. Mulai dari pasar, hingga pusat kemarahan dan acara nikahan dia datangi, berharap balon dagangannya laku terjual.
Sebelum berjualan, dia terlebih dulu pulang ke rumah untuk mengganti pakaiannya, dari seragam guru menjadi pakaian sehari-hari untuk berjualan.
Dia mengaku tak merasa malu harus berjualan balon. Meskipun terkadang dia juga bertemu dengan muridnya sendiri saat berjalan. Sebab apa yang dijalankannya merupakan usaha yang halal untuk membiayai anak-anaknya.
“Saya lebih malu kalau anak merengek minta uang jajan dan saya tidak punya uang. Ketimbang berjualan balon,” kata dia.
Dia mengatakan, dari berjualan balon tersebut dirinya bisa mendapatkan penghasilan lebih, yakni sampai sekitar Rp50 ribu sehari.
“Kalau dapatnya tidak tentu, tergantung banyaknya balon yang terjual. Paling besar Rp50 ribu. Alhamdulillah bisa menambah pendapatan untuk sehari-hari, karena pada saat ini saya tidak mau merengek ke pemerintah,” katanya.
Tetapi keteguhan nya untuk tetap mengajar dengan berpenghasilan rendah dan berusaha mencari tambahan dengan berjualan balon malah membuat dirinya ditinggalkan oleh sang istri. Kini hanya anaknya yang duduk di bangku kelas IV SD yang masih setia menemani dan merawatnya.
Dengan kondisinya saat ini, Saepudin mengaku mengandalkan ibu dan saudara kandungnya. Baik untuk biaya sehari-hari dan biaya pendidikan anaknya.
Pasalnya, pemerintah Kabupaten Cianjur belum pernah memberikan bantuan dan perhatian pada Saepudin. Bahkan, dia juga mengaku sempat mencoba mengadu peruntungan dengan mendaftar PPPK, berharap dia lolos dan bisa sedikit meningkatkan kesejahteraan.
Tetapi, impiannya itu tak pernah terwujud. Tak pernah ada kabar lebih lanjut dirinya lolos, hanya nomor pendaftaran yang ia terima di awal mendaftar.
“Kalau dari pemerintah tidak ada, adapun bantuan dari teman-teman saya yang masih rutin menjenguk. Serta ada juga dari forum peduli guru. Meskipun tak seberapa, tapin itu sangat membantu untuk saya dan anak-anak,” kata dia.