BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai pesan Mendikbud Nadiem Makarim dalam naskah pidato Hari Guru Nasional sangat personal.
“Sebab guru acap terkendala aturan manakala mengembangkan inovasi dan kreativitas dalam kegiatan belajar mengajar,” kata Kang Emil sapaan akrabnya usai Upacara Peringatan Hari Guru Nasional 2019 di Lapang Gasibu, Bandung, Senin (25/11/2019).
Kang Emil menjelaskan, Mendikbud juga mengajak guru untuk membuat situasi belajar menjadi menyenangkan. Tidak hanya urusan menghafal, tetapi juga bhakti sosial, berpetualang mengasah keterampilan. Bahkan murid disuruh bernai menyampaikan gagasan.
“Pesan utama dari Mendikbud adalah meminta guru di Indonesia untuk berimprovisasi guna mencari metode pembelajaran yang beragam,” katanya.
Sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah, tegas Emil, Pemprov Jabar akan menerjemahkan maksud sambutan naskah pidato Mendikbud sebagai sebuah kebijakan di Jabar.
“Jadi perubahan-perubahan itu yang disampaikan dalam pidato Menteri. Dan saya kira nanti akan kita terjemahkan, yang dimaksud. Supaya intinya, tidak hanya monoton dengan kurikulum yang mungkin mayoritas kebanyakan menghafal, dan guru-gurunya terbebani masalah administratif yang akhirnya waktu untuk berkreativitas menjadi kurang,” tegasnya.
Berikut naskah pidato Mendikbud RI dalam Peringatan Hari Guru Nasional 2019:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Rahayu.
Selamat pagi dan salam kebajikan bagi kita semua, Bapak dan Ibu Guru yang saya hormati,
Biasanya tradisi Hari Guru dipenuhi oleh kata-kata Inspiratif dan retorik. Mohon maaf. tetapi hari ini pidato saya akan sedikit berbeda. Saya Ingin berbicara apa adanya, dengan hati yang tulus, kepada semua guru Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Guru Indonesia yang Tercinta, tugas anda adalah yang termulia dan yang tersulit.
Anda ditugaskan untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi Iebih sering diberikan aturan daripada pertolongan.
Anda ingin membantu murid yang tertinggal di kelas, tetapi waktu anda habis mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.
Anda tahu betul potensi anak tidak bisa diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.
Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan.