Kisah Ramang Sang Penjaga Mercusuar

Kisah Ramang Sang Penjaga Mercusuar
0 Komentar

Dia mulai bertugas menjaga menara suar di Pulau Telaga Besar, Kabaena, Kabupaten Bombana, tahun 1994. Menara itu tingginya sekitar 40 meter, dibangun tahun 1985. Namun, menurut Amang, kondisinya masih baik karena pemerintah merehabilitasi dan merawatnya.
Saat memulai cerita tentang pengalamannya bertugas di Pulau Telaga Besar, kesedihan meliputi raut wajah Amang. Ayah dari dua anak itu mengenang kesulitan pada masa-masa awal menjalani tugas sebagai penjaga menara suar di pulau terpencil, jauh dari permukiman penduduk dan sangat jauh dari keluarga.
Dia juga mengenang masa-masa ketika persediaan makanan untuk penjaga mercusuar yang dikirim melalui kapal terlambat datang karena gelombang laut sedang tinggi.
Ketika persediaan makanan terlambat datang, Amang biasanya memancing dan memetik sayur-sayuran yang dia tanam di sekitar menara.
Namun musuh terbesarnya datang pada malam hari. Rasa kantuk yang hadir saat dia harus berjaga sepanjang malam.
“Kalau jaga malam ya pasti ngantuk, saya suka ditegur sama ketua tim kalau sampai ketiduran,” katanya lalu tersenyum.
Lokasi menara yang jauh dari permukiman warga juga membuat Amang harus berjalan sampai dua kilometer ke perkampungan supaya bisa shalat Jumat dan itu hanya bisa dia lakukan ketika air laut surut.
Selain itu, selama tiga bulan bertugas, dia harus menjalani rutinitas yang membosankan, menyalakan mesin lampu suar pada malam hari dan berjaga sepanjang malam berteman suara jangkrik. Di sela-sela tugas, dia termenung, merindukan keluarga yang berada di Makassar.
Ketika itu belum ada telepon. Amang hanya bisa menggunakan radio SSB untuk menghubungi keluarga, memberi tahu bahwa dia baik-baik saja.
​​​​​​​
Amang baru bisa ke Kendari Amang setelah tiga bulan bertugas di pulau itu. Dia biasanya pulang menumpang di kapal-kapal pengangkut barang yang kebetulan lewat.
Berseteru
Selama bertugas di Kabaena, Amang pernah berseteru dengan warga karena melaporkan praktik pengeboman ikan yang dilakukan seorang warga ke pemerintah pusat. Tindakannya membuat warga marah.
Namun bagi Amang diam bukan lah hal yang baik saat itu. Dia bertindak karena perilaku warga mengancam kerusakan ekosistem laut. Tapi saat mendapat tentangan warga, sebagai seorang anak rantau dia tidak bisa berbuat banyak.

0 Komentar