JAKARTA – Lima tahun berturut-turut Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri Sidang Umum PBB. Selama kurun waktu itu juga, Presiden Joko Widodo belum pernah sekalipun menghadiri sidang yang diikuti para kepala negara tersebut.
“Saya kira memang tahun ini, kita harapkan beliau (Jokowi) hadir. Tapi karena kesibukan di dalam negeri, jadi saya yang pergi untuk mewakili beliau. Jadi sekali lagi, itu penting bagi suatu kepala negara hadir di sini,” kata Wapres JK usai menyampaikan pidato dalam Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB di New York, Jumat (27/9).
Jusuf kalla pun berharap Presiden Joko Widodo dapat menghadiri sendiri rangkaian Sidang Umum ke-75 PBB pada 2020. Karena kehadiran seorang kepala negara menjadi penting dalam acara terbesar internasional itu.
“Saya harap Pak Jokowi nanti hadir. Itu penting karena bagaimana pun Presiden dan Wapres kan berbeda, dia punya tingkatannya. Dan juga semuanya (kepala negara lain) menanyakan, mana Pak Joko?, jadi yang ditanya Pak Jokowi,” ujar JK.
Dalam keterangan persnya, JK mendapat giliran menyampaikan pidato di hari ketiga Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-74 PBB. Padahal, jika Presiden Jokowi yang hadir sendiri, Indonesia bisa mendapat giliran di hari pertama atau kedua pada Sesi Debat Umum.
“Jadi ukurannya bukan negara besar atau tidak, tapi anda (pembicara) pangkatnya apa, itu protokolernya berlaku. Seperti tadi yang berbicara pertama dari Mauritius, itu negara penduduknya hanya 20 ribu sampai 30 ribu. Jadi kalau Pak Jokowi (hadir), mungkin hari pertama atau hari kedua berbicara. Ini saya baru hari ketiga berbicara,” jelasnya.
Pidato Wapres JK dalam Sidang Umum PBB kali ini mengangkat tema mengenai “Galvanizing multilateral efforts for poverty eradication, quality education, climate action and inclusion”, yang disampaikan setelah Presiden Mauritius Paramasivum Pillay Vyapoory, dan diikuti Perdana Menteri Lesotho Thomas Motsoahae Thabane.
Dalam pidato tersebut, Wapres menyampaikan mengenai lima hal tentang multilateralisme, perdamaian dunia, penguatan negara kawasan, pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, serta penghormatan terhadap kedaulatan negara lain.(ant/hyt)