PENERIMAAN Peserta Didik Baru alias PPDB sistem zonasi dinilai tak adil karena seleksi berdasar jarak rumah dengan sekolah.
Kepada Radar Tarakan (Jawa Pos Group), salah satu orangtua calon siswa Nuriza (35) mengatakan bahwa dirinya kecewa terhadap sistem zonasi yang diterapkan saat ini. Sebab itu, dia merasa apa yang diusahakannya, termasuk memberi pelajaran tambahan bagi anaknya dengan harapan dapat menempuh pendidikan di sekolah negeri.
“Ya kecewa sekalilah. Percuma anak dapat nilai tinggi, kalau yang diterapkan sitem zonasi seperti ini. Mending kemarin anak saya enggak usah belajar sekalian, terus kami tinggal dekat dengan sekolah saja biar bisa diterima,” keluhnya.
Demi menyekolahkan sang anak di sekolah negeri, Nuriza pun mengadukan hal tersebut ke sekolah. Namun karena ketidakpastian, membuat Nuriza memilih untuk berkunjung ke Disdikbud Tarakan secara langsung guna mendapatkan jawaban yang pasti.
“Makanya saya ke sini (Disdikbud), karena saya mau dengar jawaban dari orang-orang sini. Kenapa bisa begitu, ini tidak adil bagi kami. Kami ini orang miskin, tidak mampu kalau mau sekolahkan anak di swasta, makanya kami selalu berusaha biar anak kami pintar dan bisa bersekolah di negeri,” tutupnya.
Pengamat pendidikan Kota Tarakan, Tajuddin Noor mengatakan bahwa pada dasarnya, sistem zonasi telah diterapkan pada 2 tahun lalu di Kota Tarakan.
Menurut Tajuddin sistem zonasi yang digunakan p dulu per kelurahan dengan pertimbangan penyebaran distribusi sekolah. “Kalau hanya dibatasi yang dekat, misalnya hanya RT tertentu, maka akan ada anak yang tidak kebagian karena mereka punya hak untuk memperoleh pendidikan,” ujarnya.
Tajuddin mengatakan bahwa sistem zonasi ini juga pernah dibahas Disdikbud bersama pemerintah pusat. Pada dasarnya, tujuan penerapan sistem zonasi baik adanya. Hal tersebut dilakukan dengan harapan tidak ada lagi sekolah favorit sehingga tidak ada sekolah yang tersingkirkan.
“Pandangan sekolah favorit itu harus dihapuskan. Tujuan pemerintah itu baik, agar paradigma masyarakat terhadap seluruh sekolah itu sama, dalam arti tidak ada lagi sekolah favorit dalam sistem pendidikan,” jelasnya.
Akan tetapi, karena pembangunan sekolah di Tarakan yang tidak merata ini pun membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan kesulitan, yang jika dibiarkan akan menjadi dampak yang buruk bagi masyarakat yang salah satu contohnya ialah orang tua sudah menjadi acuh tak acuh dengan hasil ujian anak.