PENGHIANAT INTLEKTUAL

0 Komentar

Hitler membunuh 3 (tiga) juta Yahudi, termasuk membunuh dengan sangat kejam para intelektual atau profesor yang tidak sejalan dengannya, sebagaimana dialami oleh profesor Viktor Frankl, diketahui ternyata di belakang Hitler yang kejam itu ada seorang intelektual bernama profesor Alfred Rosenbergh.
Kisah seperti ini dimana kaum intelektual menjadi pengkhianat selalu terulang dalam sejarah, barangkali juga terjadi di kalangan intelektual di negeri ini; dan (5) fenomena terkini; kaum intelektual menjadi pengikut setia dan membela para dukun dan paranormal dengan alasan yang dikemas seakan-akan sedang terjadi revolusi saint dan/atau revolusi cara berpikir manusia di mana pendekatan positivistik dan naturalistik tak mampu menciptkan dan mengungkapkan kebenaran, yang benar baginya adalah melalui supranatural dan bahkan secara mistik.
Tentu saja tidak semua kaum intelektual yang dekat atau lengket dengan kekuasaan atau pemerintah adalah pengkhianat. Mereka dekat kekuasaan karena setiap kebijakan publik yang dirumuskannya memerlukan kajian akademik dari para intelektual beringritas.
Menyikapi fakta dan data semakin maraknya kaum intelektual berkhianat tersebut mendapat tanggapan dari berbagai pihak, sejak dulu hingga sekarang ini.
Jalaluddin Rumi (2016) seorng sufi sekaligus teolog dan penyair termasyhur abad ke-13 dalam kitabnya “Fihi Ma Fihi” mengutif sebuah sabda Rasulullah SAW, “Seburuk-buruk ulama (intelektual) adalah mereka yang menunjungi para pemimpin, dan sebaik-baik para pemimpin adalah mereka yang mengunjungi ulama (intelektual). Sebaik-baik pemimpin adalah ia yang berada di depan pintu rumah orang fakir dan seburuk-buruk orang fakir adalah ia yang berada di depan rumah para pemimpin”.
Kaum intelektual (ulama) yang buruk itu adalah mereka yang bergantung, menghamba dan menjadi tukang para pemimpin, ingin dan senangnya dipuji tanpa menyadari bahwa pujian tersebut membawa mereka pada posisi terhina dan tercela.
Saya sependapat dengan KH. Hasyim Mujadi, di mana ia mengatakan keterlibatan kaum intelektual pada padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi menggambarkan mereka dalam keadaan sakit, dikutip dari Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, Kompas, 6 Oktober 2016 lalu. **

0 Komentar